Menatap Peluang Indonesia Jadi Host Country IGF

Donny BU menjadi narasumber diskusi bertajuk But First, Privacy di Binus University, Jakarta, Jumat (14/6/2019) | Foto: Rahmat Herlambang

Jakarta, Cyberthreat.id - Berlin di daulat sebagai tuan rumah Internet Governance Forum (IGF) 2019 pertengahan November mendatang. Tahun berikutnya Polandia sudah menanti tanggung jawab sebagai host country dari acara yang merupakan inisiasi PBB tersebut.

"Padahal kalau dilihat dari segi kemampuan, Indonesia sebenarnya juga bisa jadi tuan rumah," ujar Direktur ICT Watch, Donny BU, saat ditemui Cyberthreat.id di Binus University, Jakarta, Jumat (14 Juni 2019). 

Donny hadir mewakili Indonesia dalam pertemuan Multistakeholder Advisory Group (MAG) IGF PBB di Berlin awal bulan ini. Indonesia, kata dia, aktif mendorong supaya IGF bisa diadakan bergantian di berbagai negara. 

Kawasan Eropa menjadi host country IGF selama empat tahun terakhir. Sebelumnya pada 2017 dan 2018 penyelenggaranya adalah Jenewa (Swiss) dan Paris (Prancis). 

Menurut Donny, status tuan rumah idealnya bergantian karena perkembangan internet milik semua bangsa dan negara. Masalah ini jadi perbincangan hangat pertemuan MAG IGF PBB karena sejumlah negara mempertanyakan kenapa Eropa bisa jadi tuan rumah beruntun.

"Karena banyak manfaat yang diperoleh jika sebuah negara menjadi host country," kata Donny.

Indonesia Sukses di IGF 2013

Sebuah negara yang sukses menyelenggarakan IGF akan berbicara internet dalam high level. Itu dirasakan Indonesia usai berhasil menjadi tuan rumah IGF 2013 yang berlangsung di Bali 22-25 Oktober 2013.

Host country menjadikan posisi tawar sebuah negara jauh lebih baik. Saat Bali menyelenggarakan IGF 2013, Indonesia bicara banyak soal perkembangan internet di Tanah Air termasuk mempromosikan ekonomi digital dan literasi internetnya.

"Yang hadir di acara itu kan para pelaku internet dunia serta negara-negara anggota PBB," ujar Donny.

Riset Google-Temasek dalam e-Conomy SEA 2018 menyatakan potensi ekonomi digital Indonesia mencapai 53 miliar USD pada 2025. Kemudian Indonesia akan menghadapi bonus demografi dalam satu dasawarsa ke depan sehingga perlu langkah strategis untuk mengkapitalisasinya.

"Jika banyak tamu, misalnya datang ke Bali hanya untuk bahas internet, Indonesia tentu akan promosi ekosistem digital atau politik internet kita seperti apa, lalu tindak lanjutnya ke depan bagaimana." 

Dua Komitmen

Dari hasil pertemuan MAG IFG PBB di Berlin, Donny mendapat kesimpulan bahwa ada dua komitmen yang harus dipenuhi sebuah negara jika ingin jadi tuan rumah IGF. Keduanya adalah komitmen politik dan komitmen finansial.

Komitmen politik berhubungan dengan kesiapan tuan rumah menyelenggarakan dan mengundang semua tamu PBB yang merupakan inisiator acara. Ini memang merupakan standar internasional dan Indonesia pernah melakukannya di IGF Bali 2013.

"Artinya IGF ini mutlak jadi yurisdiksi PBB, aturan yang berlaku adalah aturan PBB dan yurisdiksi Indonesia tak bisa masuk ke dalamnya," kata Donny.

Komitmen finansial terkait dengan kesediaan tuan rumah menyediakan segala kebutuhan dan biaya penyelenggaran. Di IGF 2013 Indonesia menghabiskan dana sekitar Rp 20 miliar namun menurut informasi yang di dapatkan Donny saat Brasil menjadi host IGF 2015 biayanya 2 juta USD.

"Saya pikir Indonesia bisa melihat peluang ini ke depan tapi tentu persiapannya dari sekarang."