Mayoritas Orang AS Berpandangan Negatif terhadap Dampak Medsos
Cyberthreat.id – Mayoritas orang Amerika Serikat memiliki pandangan negatif tentang dampak utama perusahaan internet dan teknologi (media sosial) pada masyarakat.
Perhatian utama warga AS itu terkait dengan amplifikasi (pembesaran) informasi yang salah (hoaks) di internet.
Demikian salah satu temuan dari survei Gallup and Knight Foundation bertajuk “Free Expression, Harmful Speech, and Cencosrship in a Digital World”.
Laporan yang dirilis di situs webnya, Selasa (16 Juni 2020) didasarkan pada dua survei berbasis web yang dikelola sendiri dan terpisah dengan sampel acak orang dewasa (berusia 18 tahun ke atas) yang merupakan anggota Gallup Panel.
Gallup menggunakan metode pengambilan sampel acak berbasis probabilitas untuk merekrut anggota Panel. Survei pertama dilakukan antara 3-15 Desember 2019 dengan 1.628 orang. Survei kedua, dilakukan antara 17-20 Maret 2020 dari 1.449 orang.
Berikut ini hasil survei:
Mayoritas berpandangan negatif terhadap media sosial
- 74 persen orang AS sangat prihatin dengan penyebaran informasi yang salah di internet.
- 68 persen sangat peduli dengan privasi data pribadi yang disimpan oleh perusahaan internet dan teknologi.
- 56 persen sangat peduli terhadap ujaran kebencian dan bahasa kasar lainnya yang mengancam.
Perusahaan internet dan teknologi memiliki banyak kekuatan
- 77 persen orang AS mengatakan, perusahaan seperti Facebook, Google, Amazon, dan Apple memiliki terlalu banyak kekuatan.
- Responden terbagi rata antara mereka yang menyukai (50 persen) dan menentang (49 persen) intervensi pemerintah
Pemimpin politik tidak perhatian terhadap masalah teknologi
- 59 persen orang AS meyakini bahwa pejabat terpilih dan kandidat politik kurang perhatian pada masalah yang berkaitan dengan teknologi dan perusahaan teknologi.
Orang AS lebih suka aplikasi dan situs media sosial sebagai tempat ekspresi terbuka
- 65 persen responden mendukung menyalurkan ekspresi di media sosial, termasuk pandangan yang ofensif.
- Sisanya, 35 persen, lebih memilih berkata di media sosial sesuai dengan norma atau standar sosial.
Orang AS tidak percaya big tech (perusahaan internet) membuat keputusan yang tepat terkait konten berbahaya.
- Meski orang AS tidak percaya perusahaan internet besar yang menetapkan kebijakan tentang apa yang dapat diposkan orang di situs web dan aplikasi mereka, mereka lebih mendukung perusahaan dibandingkan pemerintah (55 persen). Sementara, yang mendukung pedoman pemerintah hanya 44 persen.
- Hampir semua orang AS (98 persen) menolak pornografi anak di media sosial. Mereka juga menyoroti informasi kesehatan yang menyesatkan harus dilarang di media sosial (85 persen.
Adanya Dewan Pengawasan Konten Medsos
- 54 persen orang AS menilai Dewan Pengawas Konten media sosial adalah “ide bagus”. Sementara, yang menyebut “ide sangat bagus” berjumlah 27 persen.
- Ada pun yang menolak sebagai “ide buruk” (12) dan “ide sangat buruk” berjumlah 7 persen.
Undang-Undang Keterbukaan Komunikasi
- Hampir dua pertiga responden (66 persen) mengatakan bahwa mereka pada dasarnya mendukung undang-undang yang melindungi perusahaan internet utama dari pertanggungjawaban atas konten pengguna. Ini menyangkut Bagian 230 dari Undang-Undang Keterbukaan Komunikasi (The Communication Decency Act).
- Sementara, 54 persen menyebut UU telah merugikan daripada memberi kebaikan karena tidak membuat perusahaan bertanggung jawab atas konten ilegal di situs web dan aplikasinya.
Pelarangan iklan politik online palsu
- Mayoritas respoden (81 persen) mengatakan iklan politik yang mengandung kepalsuan langsung, termasuk menargetkan pendukung calon lawan dengan iklan yang memberikan tanggal pemilihan yang salah harus dilarang oleh platform media sosial.
Transparansi iklan politik
- 72 persen responden mengatakan, kampanye politik seharusnya tidak bisa menargetkan pengguna untuk iklan berdasarkan data pengguna. Semuga pengguna harus melihat iklan yang sama.
- 59 persen responden mendukung pengungkapan siapa yang membayar iklan politik.[]