Kajian Persidangan Virtual: Majelis Hakim Masih Belum Kuasai TI

Salah satu proses persidangan virtual di sebuah pengadilan negeri yang menjadi sampel kajian Ombudsman Republik Indonesia. | Foto: Arsip Ombudsman RI

Jakarta, Cyberthreat.id – Kajian Ombudsman Republik Indonesia, lembaga negara pengawas layanan publik, terkait persidangan virtual di pengadilan negeri menunjukkan, masih banyak majelis hakim yang belum menguasai teknologi informasi.

Kajian yang dirilis pada Selasa (9 Juni 2020) tersebut mengambil sampel di 16 pengadilan negeri di Indonesia. Selain kendala penguasaan TI, kendala lain yang mengganggu jalannya persidangan virtual adalah dukungan tenaga TI dan infrastruktur komputer/internet yang terbatas.

Selama persidangan virtual, terutama perkara pidana khusus yang jadi fokus kajian, sebagian pengadilan tidak menghadirkan terdakwa di ruang persidangan.

Menurut Keasistenan Utama 1 Ombudsman RI, Nugroho Andriyanto, mengatakan, kondisi tersebut juga mengalami kendala lantaran jaringan internet di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan ternyata belum memadai.


Berita Terkait:


Selain itu, lapas/rutan belum memiliki SDM yang berkompeten di bidang TI. "Tenaga TI yang terbatas menyebabkan persiapan persidangan virtual menjadi lamban, terlebih jika terdapat kendala teknis di tengah persidangan," ujar Nugroho dalam jumpa pers virtual, kemarin.

Melihat kondisi kekurangan tersebut, Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, menyarankan agar Mahkamah Agung untuk menyusun Peraturan Mahkamah Agung RI tentang E-litigation Perkara Pidana, guna memperkuat dasar hukum penyelenggaraan proses persidangan.




Temuan Ombudsman RI dalam persidangan virtual di 16 pengadilan negeri di Indonesia. | Sumber: Ombudsman RI


Menurut dia, perlu penyusunan regulasi standardisasi sarana dan prasarana persidangan secara online di pengadilan negeri.

"Kami menyarankan MA untuk melakukan penambahan tenaga TI pada tiap pengadilan negeri dan membentuk tim khusus untuk melakukan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan persidangan online," ujar Adrianus.

Ke-16 pengadilan negari yang disoroti Ombudsman RI selama pelaksanaan persidangan virtual, antara lain PN Jakarta Pusat, PN Jakarta Selatan, PN Depok, PN Kota Bogor, PN Cibinong Kabupaten Bogor, dan PN Bekasi.

Selanjutnya, Pengadilan Negeri Tangerang, PN Serang, PN Medan, PN Batam, PN Jambi, PN Surabaya, PN Denpasar, PN Banjarmasin, PN Kupang, dan PN Manokwari.

Temuan Ombudsman RI soal permasalahan persidangan virtual di 16 pengadilan negeri di Indonesia, sebagai berikut.

Dari segi sarana sidang:

  • Keluhan mengenai jaringan internet yang kurang baik.
  • Permasalahan jaringan internet tidak hanya terjadi di pengadilan, tapi juga di kantor kejaksaan, lapas, dan rutan.
  • Peralatan persidangan  seperti layar, mikrofon, proyektor, kamera,  dan pengeras suara belum tersedia di semua ruang sidang.
  • Ruang sidang hanya tersedia satu layar sehingga penasihat hukum dan jaksa kadang-kadang tidak dapat melihat pihak lain dengan jelas.
  • Penasihat hukum harus duduk berdampingan dengan jaksa serta saksi agar dapat bergiliran menggunakan mikrofon dan terekam kamera.
  • Beberapa proses sidang telekonferensi di daerah seringkali terputus. Bukan jaringan buruk, tapi teknis perangakat lunak yang digunakan hanya dapat berlangsung selama 40 menit karena memakai aplikasi Zoom tidak berbayar/gratis.




Pelaksanaan sidang:

  • Beberapa pengadilan hanya melakukan koordinasi dengan kejaksaan tanpa melibatkan penasihat hukum dan lapas/rutan.
  • Penasihat hukum tidak mendapatkan informasi mengenai proses persidangan yang akan dilakukan.
  • Dalam persidangan online penasihat hukum tidak bisa berada di dekat terdakwa, karena terdakwa harus tetap berada di lapas/rutan sehingga mengurangi kualitas pendampingan kepada terdakwa.
  • Persidangan secara virtual membuat penasihat hukum meragukan “kebebasan” saksi dalam memberikan keterangan. Karena  tidak mengetahui siapa yang berada di sekitarnya atau tidak dapat melihat mimik mukanya secara langsung.
  • Beberapa pengadilan negeri menerapkan semua pihak tidak hadir dalam persidangan atau hanya majelis hakim yang hadir dalam persidangan. Namun, ada juga pengadilan yang masih menghadirkan semua pihak dalam satu ruang sidang, kecuali, terdakwa yang harus tetap berada di lapas/rutan.
  • Persidangan virtual yang baru dilakukan masih dirasa asing sehingga alur proses persidangan secara virtual masih belum memiliki kejelasan.
  • Seringkali terjadi perbedaan antara satu sidang dengan yang lainnya terutama pada waktu awal-awal diterapkan.[]

Redaktur: Andi Nugroho