KECANDUAN INTERNET

Tren Internet Tidak Bisa Dihindari, Tapi Perlu Dikontrol

Ilustrasi. Foto: freepik.com

Nilai, Cyberthreat.id – Kecanduan terhadap media sosial dan gim daring dinilai bisa merusak kesehatan jiwa warganet. Kegagalan mengendalikan diri terhadap keduanya bisa menyebabkan gangguan mental.

“Akhir-akhir ini, penggunaan media sosial atau media baru telah menjadi hal biasa di masyarakat kita. Namun, itu harus dikontrol. Efek negatifnya adalah dapat menyebabkan masalah psikologis dan budaya," ujar Dosen Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) Dr Nurhafizah Mohd Sukor di Nilai, Negeri Sembilan, Malaysia dikutip dari Bernama.com, Sabtu (8/6/2019).

Menurut dia, fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Malaysia, tapi juga negara-negara lain juga merasakan dampaknya.


Berita Terkait:

"Namun, internet adalah tren yang tidak dapat kita hindari. Pertanyaannya, apakah kita dapat mengendalikan penggunannya secara positif atau efektif?” ujar dia.

Pada Mei lalu, seorang gadis berusia 16 tahun bunuh diri setelah 69 persen responden memilih “kematian” untuknya. Itu berawal dari gadis itu mengunggah sebuah jajak pendapat di Instagram: apakah dirinya seharusnya memilih mati atau hidup.

Kelompok Rentan

Nurhafizah mengatakan kelompok yang paling rentan terhadap “gangguan internet” adalah anak-anak dan remaja (usia 7 hingga 18 tahun) karena kemampuan berpikirnya yang belum matang. Berbeda halnya dengan mereka yang telah berusia 30 tahun, yang telah matang dalam pengambilan keputusan atau mengendalikan dorongan diri.

Menurut dia, kecemasan ekstrem dan depresi atau hilangnya kepercayaan diri di kalangan remaja bisa dipicu lantaran kalah dalam gim daring atau menerima komentar negatif dari warganet. Sementara di kalangan anak-anak, kemarahan terjadi ketika orangtua tiba-tiba mengambil paksa gawai dari tangannya ketika sedang bermain.

Nurhafizah mengatakan, kecanduan internet tidak hanya mengakibatkan gangguan mental, tetapi juga berpotensi menghambat perkembangan fisik dan mental komunitas yang sehat.

“Individu (anak-anak) yang terkena (kecanduan internet) mungkin cenderung tak mau berbicara, lebih pasif, dan parahnya, bisa muncul tanda-tanda autisme meski mereka tidak autis,” tutur dia.

Sementara itu, Profesor Madya Datin Sapora Sipon dari USIM, yang fokus di bidang konseling, menuturkan, gim daring sebetulnya memiliki tujuan dapat merangsang daya kognisi, penalaran, dan pengambilan keputusan serta semangat tim para pemain.

“Gim daring pada dasarnya bagus, tapi dari asepak lain, ketika disalahgunakan, gim akan berubah dari positif menjadi negatif,” tutur Prof Datin. Apalagi, kata dia, berbicara tentang efek negatif, gim daring juga dapat menanamkan nilai agresif dan tipuan.

Oleh karena itu, menurut dia, sangat penting bagi orangtua untuk mendampingi anak-anaknya ketika mereka mulai tumbuh dewasa ketimbang menggantikan perhatian dan cintanya dengan gawai.

“Bukannya Anda tak mengizinkan anak Anda memiliki gawai, tapi (penggunaan gawai) harus sesuai dengan perkembangan mereka. Fungsi gawai harus sesuai dengan pemikiran dan kognisi mereka,” kata Prof Datin.

Sayangnya, kata dia, sebagian orangtua secara tidak sengaja memberikan gawai spesifikasi tinggi kepada anak-anak yang belum bisa mengendalikan emosi dan memiliki sikap konsisten dalam perkembangan fisiknya.

Redaktur: Andi Nugroho