FemaleGeek, Saatnya Perempuan Unjuk Gigi di Dunia TI
Jakarta, Cyberthreat.id – Kiprah perempuan-perempuan di dunia teknologi informasi masih sedikit terpublikasi. Padahal, sejak lama mereka berperan aktif di pengembangan TI di Indonesia.
Salah satunya adalah FemaleGeek. Komunitas para perempuan pecinta TI ini berdiri sejak 2 Februari 2016 yang diinisiasi oleh Anne Regina Nancy Toar.
Learning Manager FemaleGeek, Farida, mengatakan, yang melatarbelakangi berdirinya FemaleGeek adalah untuk mendukung perempuan-perempuan yang terjun dan berperan aktif di bidang TI.
"Banyak perempuan yang sebenarnya juga berperan aktif di bidang teknologi, namun masih sangat sedikit yang percaya diri atau men-support para perempuan yang akan terjun di bidang TI," ujar Farida kepada Cyberthreat.id, Minggu (26 April 2020).
Saat ini anggota FemaleGeek mencapai 1.281 orang yang tersebar di lebih dari 10 kota, seperti Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, Malang, Solo, Medan, Bekasi, dan Bandung.
Anggota komunitas ini berasal dari berbagai spesialisasi, seperti IT support, software developer, system analayst, IT consultant, data analyst, data scientist, data engineer, dosen, mahasiswa, dan lain-lain.
"Bahkan, anggota kami yang termuda adalah anak SMP," ujar dosen program informatika di Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya itu.
Learning Manager FemaleGeek, Farida. | Foto: Arsip pribadi
Menurut Farida, ada banyak sekali kegiatan yang dilakukan oleh FemaleGeek secara teratur, seperti Kulgram (Kuliah by Telegram), Meetup, acara-acara TI yang berkolaborasi baik dengan komunitas TI lain. FemaleGeek juga memiliki kegiatan sosial berupa pelatihan programming bagi tunanetra yang disebut dengan “Blind Coding”.
Farida mengatakan, tidak dapat dimungkiri saat ini kontribusi perempuan dalam perkembangan TI masih kalah jauh dibandingkan negara-negara di ASEAN.
Di Indonesia persentase partisipasi perempuan di sektor teknologi dan digital baru mencapai 31 persen. Angka ini dinilai Farida masih lebih rendah dari Malaysia yang menyentuh angka 42 persen dan Filipina 55 persen. Lihat grafik berikut ini:
Menurut dia, angka yang masih rendah menunjukkan masih ada anggapan negatif ketika perempuan bergelut di dunia teknlogi. "Namun kiprah mereka di dunia TIK sudah tak dapat dielakkan bahwa mereka juga bisa bekerja di dunia yang laki-laki mayoritas geluti," kata Farida.
Padahal, kata dia, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Peterson Institute pada 2016, ada 21.980 perusahaan di 91 negara yang mempunyai pemimpin perempuan dalam manajemen perusahaan; mereka mampu menghasilkan profit tahunan 2,7 persen lebih tinggi dari perusahaan yang tidak melibatkan perempuan.
Kendala
Menurut Farida, salah satu kendala yang dihadapi oleh perempuan dalam berkarier di bidang TI adalah stigma terhadap perempuan itu sendiri.
“Adanya ketidakpercayaan masyarakat atau dari laki-laki terhadap kemampuan yang dimiliki para perempuan untuk bekerja di bidang TI. Padahal banyak sekali perempuan hebat yang menggeluti bidang TI dan sudah berlangsung sejak lama,” tutur Farida.
Farida mencontohkan, salah satu tanda perempuan mulai masuk dan menggeluti bidang TI pada tahun 1834, ketika Ada King atau dikenal dengan julukan “Countess Lovelace”, berhasil menemukan dasar program komputer mekanika pertama. Ia yang mempelopori gagasan algoritma komputer.
"Ada Lovelace menggambarkan bagaimana kode dapat dibuat untuk perangkat guna menangani huruf dan simbol bersama dengan nomor. Ia juga menemukan teori metode mesin untuk mengulangi serangkaian instruksi, proses yang dikenal sebagai perulangan yang program komputer gunakan saat ini," ujar Farida.
Oleh karenana, melalui FemaleGeek, Farida berupaya meyakinkan dan menumbuhkan kepercayaan diri pada perempuan yang ingin menggeluti bidang TI.
Perempuan-perempuan harus berinovasi dan mengembangkan teknologi yang bermanfaat bagi generasi selanjutnya. "Saya jadi teringat sebuah pepatah, ‘Kalau kau ingin melihat negara tersebut hancur, hancurkanlah perempuannya di negara tersebut’. Karena perempuan adalah tiangnya regenerasi," tutur Farida.[]
Redaktur: Andi Nugroho