AlloCovid, Mesin AI Prancis untuk Layanan Covid-19
Paris, Cyberthreat.id – Di tengah ramainya aplikasi deteksi riwayat orang terinfeksi Covid-19—cenderung akrab di generasi muda—peneliti Prancis menciptakan teknologi yang mudah dipakai untuk kalangan orangtua.
Tim peneliti dari lembaga riset Prancis Inserm, Universitas Paris dan perusahaan kereta apik SNCF meluncurkan teknologi AlloCovid pada Senin (27 April 2020), seperti dikutip dari Reuters.
Teknologi berbasis asisten suara itu dapat membantu seseorang yang menderita gejala potensial virus corona. Selanjutnya, AlloCovid akan mengarahkan ke layanan darurat atau dokter menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Siapa saja yang saat ini di Prancis dapat menelepon layanan AlloCovid. Di telepon, suara seorang perempuan akan menyapa penelepon dengan kata-kata, "Bonjour, saya asisten virtual AlloCovid Anda...Apakah Anda siap untuk memulai kuesioner?"
Penelepon hanya ditanyai kode pos, bukan nama mereka, selanjutnya diarahkan ke layanan medis yang tepat.
Pengembang berharap asisten suara, yang lebih mudah diakses oleh orangtua yang lebih suka telepon daripada aplikasi seluler atau mengisi formulir, akan membantu pihak berwenang mendeteksi klaster infeksi baru.
AlloCovid dapat menangani 1.000 panggilan sekaligus. Informasi penelepon dikirim secara anonim ke otoritas kesehatan dan disimpan selama tujuh hari sebelum dihapus total.
"Sejauh pengetahuan kami, ini adalah pertama kalinya kecerdasan buatan digunakan untuk melayani kesehatan masyarakat," profesor Xavier Jouven, yang memimpin proyek tersebut, mengatakan kepada surat kabar Le Monde.
Nomor telepon AlloCovid terpisah dari aplikasi pelacakan kontak seluler StopCovid yang juga akan diluncurkan oleh pemerintah Prancis.
Aplikasi StopCovid bekerja dengan memberi tahu pengguna bahwa mereka telah melakukan kontak pada hari-hari sebelumnya dengan seseorang yang terinfeksi positif coronavirus.
Efektivitas aplikasi bergantung pada orang yang secara sukarela mengunduh aplikasi dan mencatat data fakta: mereka telah dinyatakan positif.
Aplikasi tersebut saat ini masih menjadi perdebatan lantaran hukum di Prancis melarang pelacakan ponsel cerdas tiap individu; ini yang membedakan dengan China, Taiwan, dan Korea Selatan juga memakai teknologi serupa untuk mendukung masa karantina.
Menteri Teknologi Prancis Cedric O mengatakan, StopCovid hanya akan menggunakan teknologi Bluetooth, bukan geolokasi. Ia juga menjamin tidak akan melacak pergerakan pengguna. Data juga bersifat anonim dan segera dihapus setelah periode tertentu.
"Kita seharusnya tidak berpikir tentang seberapa represif aplikasi itu," kata Cedric O. “Skenario kami, ini hanya salah satu alat sukarela, yang bisa tidak dipasang kapan saja. Tidak ada yang akan memiliki akses ke daftar orang yang terinfeksi dan tidak mungkin untuk mengetahui siapa yang terinfeksi siapa. "
Aplikasi StopCovid dikerjakan secara keroyokan dan pro bono oleh sejumlah institusi, seperti Inria (fokus pada desain protokol dan privasi), ANSSI (cybersecurity), Capgemini (pengembangan dan arsitektur back-end), Dassault Systemes (kedaulatan infrastruktur data), Inserm (model kesehatan), Lunabee Studio (pengembang aplikasi seluler), Orange, dan Sante Publique France serta Withings.[]