Survei Belajar Online: Mahasiswanya Siap, Internetnya Lambat
Jakarta, Cyberthreat.id – Mayoritas mahasiswa (63,11 persen) mengeluhkan fasilitas internet menjadi kendala utama selama proses belajar daring di kala pandemi virus corona (Covid-19).
Ada tiga hal yang dikeluhkan para mahasiswa, antara lain jaringan internet tidak stabil (30,85 persen), kuota internet tidak mencukupi (11,29 persen), dan internet tidak stabil serta kuota tidak mencukupi ( 20,97 persen).
Kelompok mahasiswa yang merasa puas dengan jaringan internet lebih baik hanya mencapai 35,95 persen. Perinciannya, yang memiliki jaringan internet cepat (10,61 persen) dan kuota internet cukup (17,50 persen).
“Sementara, hanya 7,84 persen responden menyatakan internet cepat dan kuota mencukupi,” demikian hasil survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sejak 5 April dan berakhir pada 10 April 2020 yang diterima Cyberthreat.id, Senin (27 April 2020).
Menyangkut kesiapan kuliah daring, mayoritas mahasiswa menyatakan "siap" sebanyak 44,87 persen, sedangkan yang mengaku "sangat siap" hanya 15,1 persen. Di sisi lain, mereka yang mengaku "tidak siap" sebanyak 26,88 persen dan "sangat tidak siap" sebanyak 4,09 persen.
Sementara itu, mahasiswa menilai efektivitas pembelajaran daring dari segi memahami materi itu dinilai sedang yaitu 33,51 persen, meskipun 45,56 persen menilai cara penyampaian materi kuliah daring oleh dosen itu sudah baik.
Kebanyakan mahasiswa menyebutkan, pembelajaran kelas atau tatap muka langsung masih lebih baik (89,17 persen) ketimbang mereka yang menilai pembelajaran daring lebih baik (10,83 persen).
Hasil survei juga menunjukkan pengeluaran mahasiswa untuk membeli internet selama sebulan. Mereka menghabiskan kuota internet di kisaran Rp 10.000 hingga Rp 400.000 per bulan.
Ponsel pintar
Dari survei itu juga menunjukkan, mayoritas mahasiswa melakukan belajar online melalui ponsel pintar (68,71 persen). Sisanya, mereka memakai notebook (14,34 persen), desktop (10,7 persen), dan tablet (0,67 persen).
Yang menarik, dari kategori perangkat ini, tidak ada penjelasan lebih lanjut menyangkut jumlah 5,58 persen responden yang mengisi lain-lain. Jumlah ini cukup signifikan karena separuh lebih dari pengguna desktop.
Sementara itu, koneksi internet yang dipakai juga paling banyak melalui internet seluler (72,7 persen), sedangkan sisanya via jaringan wi-fi (22,23 persen), tethering ponsel rekan (3,9 persen), jaringan LAN (0,3 persen), dan lain-lain (0,86 persen).
Google Class
Google Class menjadi aplikasi yang paling banyak dipakai mahasiswa selama belajar daring dengan jumlah 33,73 persen. Sementara, pesaing terdekatnya adalah Zoom dengan 33,18 persen.
Aplikasi lain yang dipakai ialah Vclass (1,3 persen), Webinar (1,52 persen), WebEx (0,72 persen), Skype (0,52 persen), Facebook Live (0,14 persen, YouTube Live (0,64 persen), dan lain-lain sebanyak 28,19 persen.
Dimintai tanggapan terhadap hasil survei itu, Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Prof Nizam tidak banyak berkomentar. Ia hanya mengatakan singkat kepada Cyberthreat.id, “Rekomendasinya barangkali memperluas jaringan broadband atau wi-fi,” kata dia.
Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 237.193 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia. Mahasiswa perempuan terbanyak menjadi responden dengan 67,42 persen, sedangkan laki-laki 32,58 persen.
Mereka yang disurvei adalah berkuliah selama empat tahun terakhir, di mana angkatan 2019 paling banyak sebagai responden dengan jumlah 37,50 pesen. Sisanya, sebanyak 28,58 dari angkatan 2018, angkatan 2017 (23,17 persen), angkatan 2016 (8,12 persen), dan angkatan 2015 ke bawah (2,62 persen).[]
Redaktur: Andi Nugroho