Susul Telegram, Rusia Minta Tinder Serahkan Data Pengguna
Moskow, Cyberthreat.id – Tinder, aplikasi pertemanan dan kencan populer asal Los Angeles, Amerika Serikat, jadi sorotan Pemerintah Rusia.
Layanan yang kini diprediksi memiliki lebih dari 57 juta pengguna di 190 negara diminta untuk membagikan data pengguna kepada Roskomnadzor (federal security service/FSB), badan khusus di bawah Kementerian Telekomunikasi dan Komunikasi Massa yang menangani masalah media dan telekomunikasi.
Tinder termasuk aplikasi gaya hidup terpopuler ketujuh di Rusia. Aplikasi ini menyusul Telegram, layanan pesan instan, yang tahun lalu juga diminta untuk membagikan data pengguna, tapi menolaknya. Akibatnya, Telegram dilarang di Rusia.
Seperti diberitakan BBC Rusia, Senin (3/6/2019), Tinder bergabung dengan layanan Mamba dan Wamba yang lebih dulu diminta pada 2014 dan layanan kencan terbesar di dunia, Badoo pada 2017. Sebelumnya, situs web populer yang juga diminta serupa, di antaranya Yandex, VKontakte, dan Mail.ru.
Sesuai dengan undang-undang yang berlaku sejak 2016, perusahaan media sosial diwajibkan menyimpan data pengguna di server yang berlokasi di Rusia dan memberikan datanya kepada pihak berwenang sesuai permintaan.
“Tinder sekarang diminta untuk menyediakan data pesan pribadi, audio, video, dan materi lainnya dari pengguna Rusia kepada FSB,” demikian seperti dilaporkan The Moscow Times, Senin (3/6/2019) mengutip laporan Roskomsvoboda, lembaga swadaya masyarakat yang mendukung perlindungan hak-hak pengguna internet di Rusia.
Di bawah Presiden Vladimir Putin, Rusia memang mengendalikan internet secara ketat dalam kebijakan Sovereign Internet. Kebijakan ini dinilai para aktivis mengarah pada pembatasan berinternet yang serupa dilakukan di China melalui kebijakan Great Firewall. Pemerintah Rusia mulai memberlakukan kebijakan tersebut pada November mendatang yang diklaim sebagai proyek internet lokal “berkelanjutan, aman dan berfungsi penuh.”