Organisasi HAM Dunia Berkumpul Bicara Pelacakan Covid-19
Cyberthreat.id - Organisasi hak asasi manusia dan masyarakat sipil menetapkan delapan kondisi yang diusulkan terhadap pemerintahan di seluruh dunia terkait penggunaan teknologi pengawasan kepada orang atau pasien yang terinfeksi covid-19.
Sekitar 110 organisasi HAM dan masyarakat sipil dari seluruh dunia menyerukan agar pemerintah mematuhi hukum HAM ketika menggunakan teknologi pengawasan yang ditujukan untuk melacak dan memantau individu dan populasi guna memerangi penyebaran virus corona.
Organisasi yang menandatangani pernyataan itu diantaranya Amnesty International, Algoritma Watch, Australian Privacy Foundation, Digital Rights Watch, European Digital Rights, Foundation for Research Policy Information, Human Rights Watch, Layanan Internasional untuk Hak Asasi Manusia, dan World Wide Web Foundation.
Dalam pernyataan tersebut disebutkan "peningkatan pengawasan yang dilakukan oleh negara seperti mendapatkan akses ke data lokasi ponsel, mengancam privasi, kebebasan berekspresi, dengan cara yang dapat melanggar hak dan menurunkan kepercayaan pada otoritas publik dan merusak efektivitas dari setiap respons kesehatan masyarakat".
Tindakan ini juga menimbulkan risiko diskriminasi dan secara tidak adil dapat merugikan masyarakat yang sudah terpinggirkan.
"Negara tidak bisa begitu saja mengabaikan hak-hak seperti privasi dan kebebasan berekspresi atas nama penanganan krisis kesehatan masyarakat. Sebaliknya, melindungi hak asasi manusia juga meningkatkan kesehatan masyarakat. Sekarang, lebih dari sebelumnya, pemerintah harus secara ketat memastikan bahwa segala pembatasan terhadap hak-hak ini sejalan dengan perlindungan HAM yang telah lama ditegakkan," tulis dalam pernyataan tersebut dilansir ZDNet, Jumat (3 April 2020).
Delapan Kondisi
Pernyataan organisasi itu menetapkan delapan kondisi yang diusulkan untuk dipatuhi semua pemerintah dalam rangka meningkatnya pengawasan menggunakan teknologi untuk menanggapi pandemi Covid-19.
Diantaranya adalah setiap tindakan pengawasan yang diambil untuk mengatasi pandemi harus sah dan melibatkan perlindungan akuntabilitas dan perlindungan terhadap penyalahgunaan.
Kemudian pengawasan dilakukan hanya selama masa pandemi terjadi dan setiap pengumpulan, penyimpanan, serta pengumpulan data pribadi yang meningkat, termasuk data kesehatan, hanya akan digunakan untuk tujuan menanggapi pandemi COVID-19.
Ketiga, penggunaan teknologi pengawasan digital apa pun, termasuk big data dan AI harus mengatasi risiko terkait dengan diskriminasi terhadap ras minoritas dan populasi yang terpinggirkan.
Keempat, setiap pembagian data antara pemerintah dan entitas lain harus dilakukan berdasarkan hukum yang ada dan upaya pengumpulan data harus mencakup partisipasi bebas dan aktif dari para pemangku kepentingan yang relevan, seperti para ahli dari sektor kesehatan masyarakat.
Sebelumnya, Kantor Komisaris Informasi Australia (OAIC) telah mengeluarkan peringatan kepada pengusaha di seluruh negaranya tentang perlunya untuk tetap memperhatikan kewajiban mereka di bawah Privacy Act 1988 saat menangani informasi terkait wabah virus coronavirus COVID-19. Mereka juga wajib menjaga tempat kerja yang aman bagi staf dan pengunjung dan harus menangani informasi pribadi dengan tepat.
"Untuk mengelola pandemi sambil menghormati privasi, agensi, dan pengusaha sektor swasta harus bertujuan untuk membatasi pengumpulan, penggunaan, dan pengungkapan informasi pribadi untuk apa yang diperlukan untuk mencegah dan mengelola Covid-19, dan mengambil langkah yang wajar agar pribadi informasi aman," tulis OAIC.
Keterlibatan Operator
Wakil komisaris Information Commissioner Office (ICO) Steve Wood meyakinkan bahwa tidak masalah bagi pemerintah untuk menggunakan data pelacakan lokasi smartphone untuk membantu memerangi dan memantau penyebaran CoronaVirus selama data tersebut tetap anonim.
"Analisis tren data lokasi umum membantu mengatasi krisis CoronaVirus. Di mana data ini harus dianonimkan dan dikumpulkan dengan tepat, itu tidak termasuk dalam undang-undang perlindungan data karena tidak ada individu yang diidentifikasi," kata Wood.
Pemerintah Inggris dilaporkan telah mengadakan pembicaraan dengan operator telepon seluler untuk menggunakan data lokasi serta penggunaannya guna melacak pergerakan warga Inggris dalam upaya mengidentifikasi pola, melacak penyebaran virus, dan memastikan jarak sosial dan penguncian sedang dipatuhi.
"Dalam keadaan ini, UU privasi tidak dilanggar selama perlindungan yang sesuai sudah diterapkan," ujarnya.
Saat ini, AS dan Inggris sedang memeriksa kemungkinan untuk menggunakan teknologi pengawasan melacak penyebaran virusCorona. Negara-negara seperti Brasil, Singapura, Israel, China, dan Korea Selatan sudah melacak data lokasi dalam upaya untuk memerangi penyebaran.
Sementara itu, Amazon, Microsoft, dan Palantir bergabung untuk membantu Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) menganalisis data untuk menentukan sumber daya seperti ventilator, tempat tidur rumah sakit, dan dokter yang paling dibutuhkan.
NHS England akan membuat penyimpanan data dari berbagai sumber data, seperti 111 data online/pusat panggilan dari NHS Digital dan data hasil tes Covid-19 dari Public Health England. NHS mengatakan semua catatan akan dihancurkan ketika krisis berakhir.[]
Redaktur: Arif Rahman