Soal RPM PSE, Pemain Lokal dan Infrastruktur Disorot

Ilustrasi: data center

Cyberthreat.id - Pakar hukum ICT dari Tordillas, Affan Giffari, menilai pemerintah harus menuntaskan persoalan infrastruktur cyber maupun infrastruktur fisik guna mendukung Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Kominfo tentang Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Menurut dia, bisnis data center memiliki potensi besar ke depan sehingga kepastian hukum akan mendukung iklim investasi yang baik di sektor ini. Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Kominfo tentang Tata Kelola PSE Lingkup Privat merupakan aturan yang ditunggu-tunggu oleh pihak swasta dan kalangan industri.

Namun demikian, di dalam draft RPM tersebut, pemerintah menciptakan norma baru diluar dari apa yang telah digariskan oleh peraturan induknya, yaitu PP 71 tahun 2019. RPM tersebut mensyaratkan bahwa PSE Lingkup Privat dalam melakukan proses dan penyimpanan data di luar wilayah Indonesia harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari Menteri.

Hal ini tentu saja berbeda dengan amanat PP 71 yang hanya mewajibkan PSE lingkup publik untuk memproses dan menyimpan data di wilayah Indonesia.

Sebenarnya, kata dia, ini adalah pendekatan win-win solution yang diambil oleh Pemerintah. Di satu sisi persyaratan ini akan menggairahkan iklim invetasi industri data center di Indonesia. Namun di sisi lain, perlu untuk dikaji apakah persyaratan persetujuan ini justru akan memberatkan pelaku usaha yang sudah ‘terlanjur’ menjalankan bisnisnya dengan berpegang persyaratan PP 71.

Menarik untuk ditunggu apa saja kriteria yang harus dipenuhi dalam rangka mendapatkan persetujuan Menteri tersebut.

"Selain dari kepastian hukum, kendala kendala untuk industri data center sebenarnya ada pada permasalahan padat modal terutama untuk lahan dan kestabilan pasokan listrik (selain infrastruktur). Jadi, sebenarnya untuk mendorong bisnis data center biar buka disini ya sebaiknya pasokan listriknya juga harus dibenahi," kata Affan kepada Cyberthreat.id, Rabu (18 Maret 2020).

Selama ini, kata dia, kebanyakan pemain di industri data center mengandalkan pasokan listrik dari swasta. Padahal, sektor ini membutuhkan ketersediaan listrik yang pengelolaannya stabil dan dikelola juga dengan baik. Listrik juga termasuk komponen infrastruktur kritis nasional.

Kemudian pembangunan data center satelit dengan skala kecil di tengah kota juga mulai dilirik investor dalam upaya mengurangi latency dalam data transmitting process bagi masyarakat, misalnya untuk pengguna yang gemar akrab dengan video streaming. 

Secara umum, Affan melihat RPM tentang Tata Kelola PSE Lingkup privat sebagai jalan tengah yang diambil pemerintah. Langkah ini bisa dianggap 'win win solution' untuk market dan iklim investasi.

"Harusnya, dengan dibukanya kesempatan bagi perusahaan swasta untuk memproses dan menyimpan data diluar merupakan tantangan bagi data center lokal. Tapi, disisi lain kalau semua data harus diproses dan disimpan di Indo juga sangat tidak baik bagi iklim investasi disini," kata dia.

"Toh, untuk industri keuangan juga persyaratan mengenai data center juga sudah dibuka untuk diatur peraturan sektoral. Jadi, kalau peraturan sektoralnya mensyaratkan data center harus disini ya harus dipatuhi."

Pemain Lokal

Pakar IT dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menilai implementasi RPM Kominfo tentang Tata Kelola PSE Lingkup Privat sehubungan dengan cloud dengan data center merupakan usaha Pemerintah yang ingin menggalakkan perkembangan dunia IT di Indonesia. Salah satunya, kata dia, membuka peluang bagi pemain global seperti Amazon (AWS), Microsoft Azure, Google berlomba-lomba masuk ke Indonesia. Ia mencontohkan Microsoft yang baru-baru ini menjalin kerja sama dengan Telkom.

"Jadi ini merupakan salah satu bentuk usaha pemerintah untuk meningkatkan aktivitas dan gairah di dunia digital yang mengarah ke digitalisasi, tapi dalam ini pemerintah juga harus memperhatikan pemain lokal," kata Alfons kepada Cyberthreat.id, Rabu (18 Maret 2020).

Pemain lokal cloud dan data center diketahui sangat banyak dan telah bermunculan di Tanah Air. Menurut Alfons, Indonesia tidak bisa ekstrim menentang Amazon WS, Google drives atau cloud Microsoft  masuk, tapi Indonesia juga tidak bisa membuka keran terlalu besar karena pemain lokal bisa habis.

"Memang perlu ditarik kebijakan yang pas. Kalau saya melihat pemain global dibiarkan masuk, tetapi harus dibuat bekerja sama dengan partner lokal seperti kayak Microsoft-Telkomsel kemarin. Artinya, kita inginkan ada transfer teknologi. Kita harapkan ada saling belajar dan ISP lokal harus diikutkan," ujarnya.

Sementara itu, Country Manager NetApp, Ana Sopia, mengatakan aturan dan regulasi mengenai data center masih menjadi persoalan bagi para investor ketika ingin melebarkan sayapnya ke Indonesia. NetApp adalah perusahaan layanan pengelolaan data di hybrid cloud. 

"Peraturan yang terkait dengan Penyedia Sistem Elektronik (PSE) telah menjadi topik yang menarik, terutama bagi para pelaku bisnis di Indonesia," kata Sopia kepada Cyberthreat.id di Jakarta, Selasa (17 Maret 2020).

Indonesia, kata dia, sebagai negara ke-4 dengan populasi tertinggi  di dunia memiliki potensi pasar yang amat besar. Menurut dia, pengguna smartphone di Tanah Air juga banyak yang membutuhkan layanan penyimpanan data seperti cloud.

"Harus ada rules (peraturan) dan regulasi yang tidak berubah-ubah, sehingga mereka sebagai pemegang dana memiliki kepastian hukum dan usaha di data center."

Sopia mengatakan pemerintah Indonesia sebenarnya telah menyadari kekuatan data sebagai sumber daya yang dapat mendukung bisnis dan organisasi di masa depan, terutama di era digital dimana data menjadi "new oil."

Ia berharap peraturan ini dapat menguntungkan berbagai pihak dan memudahkan investor untuk masuk ke Indonesia.

"Kami belum dapat berkomentar lebih lanjut tentang hal ini. Tetapi, kami berharap pemerintah akan memberikan peraturan yang menguntungkan berbagai pihak," ujarnya.

Pada Kamis (12 Maret 2020) Kementerian Kominfo membuka konsultasi publik terkait RPM Tata Kelola PSE Lingkup Privat melalui alamat email: takel.aptika@kominfo.go.id yang selambat-lambatnya dimasukkan tanggal 26 Maret 2020. RPM PSE terdiri dari 9 BAB dan 33 pasal.

"Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas kami menyampaikan naskah RPM Kominfo tentang tentang Tata Kelola PSE Lingkup Privat untuk diberikan tanggapan dan masukan guna penyempurnaan naskah RPM yang dimaksud," demikian keterangan Kominfo di situs resminya. []

Redaktur: Arif Rahman