Catat! OJK Baru Beri Izin 25 Fintech Pinjam Uang
Jakarta, Cyberthreat.id – Sejauh ini perusahaan teknologi finansial pinjaman uang (fintech lending atau peer-to-peer lending/P2L) yang telah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru sebanyak 25 entitas dari 161 entitas yang terdaftar.
Sebelumnya, sesuai dokumen “Perkembangan Fintech Lending (Pendanaan Gotong Royong Online)" (PDF) per 22 Januari 2020 yang diakses Kamis (5 Maret 2020), jumlah penyelenggara fintech lending yang terdaftar sebanyak 164 entitas (152 entitas berstatus konvensional, sisanya 12 entitas syariah). Namun, OJK baru-baru ini menyatakan, telah mencoret tiga entitas yang terdaftar karena bermasalah.
Mayoritas dari perusahaan tersebut berada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan jumlah 150-an entitas. Sisanya, tersebar di Surabaya, Bandung, di Lampung, Makassar, Bali, dan Yogyakarta.
Direktur Pengaturan, Perizinan, Pengawasan Finansial Teknologi OJK Hendrikus Passagi mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan sebuah perusahaan fintech dihapus dari daftar OJK. Misalnya, perusahaan tersebut mengalami masalah laporan keuangan alias keuangan tidak sehat.
"Selain itu, soal penyalahgunaan data," ujar dia seperti dikutip dari Antara.
Berikut ini daftar pelaku layanan pinjaman online (fintech lending) yang berizin (warna biru) dari OJK.
Apa beda berizin dan terdaftar?
Dalam situs webnya, OJK menyatakan (PDF), secara aturan setiap pelaku fintech wajib terdaftar dan mendapatkan izin dari OJK untuk beroperasi.
“Penyelenggara fintech lending harus mendapatkan tanda terdaftar sebelum menjalankan kegiatan operasionalnya. Maksimal setahun setelah mendapatkan tanda terdaftar, penyelenggara wajib mengjukan permohonan perizinan ke OJK,” tulis OJK.
Selama telah terdaftar di OJK, pelaku fintech memang masih bisa menjalankan operasional sesuai ketentuan berlaku. Namun, “Penyelenggara terdaftar dapat menjalankan kegiatan operasional hingga setahun setelah tanda terdaftar dan selanjutnya wajib mengajukan permohonan izin,” kata OJK.
“Apabila tidak mengajukan permohonan izin, maka penyelenggara terdaftar harus mengembalikan tanda terdaftarnya kepada OJK.”
“Sementara penyelenggara berizin tidak memiliki masa kadaluwarsa atas tanda berizin yang dimilikinya,” OJK menambahkan.
Berdasarkan data OJK per Desember 2019, total penyaluran pinjaman dari fintech lending mencapai Rp 81,5 triliun, meningkat 259 persen year-to-date (ytd). Rekening lender (pemberi pinjaman) juga meningkat 192,01 persen menjadi 605.935 entitas. Begitu juga rekening borrower (peminjam) bertambah 325,95 pertsen menjadi 18.569.123 entitas.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan, bertindak tegas terhadap anggota-angotanya.
Menurut Sunu, AFPI memastikan praktik usaha anggotanya sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan Kode Etik AFPI.
"Jika mereka melanggar tentu mereka akan mendapatkan ganjaran, kami punya punishment tersendiri," tutur dia.
Terkait membedakan fintech legal dan ilegal, Sunu menuturkan, masyarakat bisa melihat dari cara mereka menagih nasabah ketika terjadi keterlambatan membayar pinjaman.
Jika proses penagihannya dilakukan dengan kasar dan disertai ancaman, itu bukan fintech legal, kata dia. Selain itu masyarakat bisa mencari tahu dengan cara mengecek langsung di situs AFPI untuk mencari tahu perusahaan finctech itu terdaftar atau tidak.[]