Seperti Amerika, Bos Intel Inggris Mau Akses Pesan Enkripsi

Direktur Badan Intelijen Negara Inggris M15, Andrew Parker. | Foto: Stefan Rousseau/PA via The Guardian

Pengunaan pesan terenkripsi ujung ke ujung (end-to-end encryption) yang diterapkan oleh sejumlah aplikasi pengirim pesan seperti WhatsApp dan Telegram di satu sisi mengamakan agar percakapan antar dua orang tidak jatuh ke tangan orang yang berniat jahat. Namun, di sisi lain, para penegak hukum kesulitan mengakses komunikasi yang melibatkan pelaku kejahatan.

Setelah Pemerintah Amerika Serikat meminta Facebook melemahkan sistem eknripsi WhatsApp --sejauh ini masih ditolak oleh perusahaan-- kini permintaan serupa datang dari Direktur Badan Intelijen Negara Inggris M15, Andrew Parker.

Dilansir dari The Guardian, Rabu (26 Februari 2020), Parker meminta perusahaan teknologi menemukan cara untuk memungkinkan agen mata-mata mendapat "akses luar biasa" ke pesan terenkripsi.

Pernyataan Parker itu muncul setelah Facebook mengumumkan rencana memperkenalkan enkripsi ujung ke ujung pada semua layanan sosial media miliknya.

Dalam sebuah wawancara televisi, Parker mengatakan ia merasa "semakin membingungkan" ketika badan intelijen seperti dirinya tidak dapat dengan mudah membaca pesan rahasia dari tersangka yang mereka pantau.

Walhasil, kata Parker, dunia maya telah menjadi "wilayah yang liar, tidak diatur, tidak dapat diakses oleh pihak berwenang."  

Meskipun Parker tidak spesifik menyebut Facebook, sumber keamanan mengatakan Facebook menjadi perhatian khusus karena aplikasi buatannya seperti WhatsApp digunakan banyak oleh sebagian besar penghuni planet ini.

Parker meminta perusahaan teknologi untuk "menggunakan teknologi brilian" agar agen intelijen bisa membuka pesan terenkrinsip untuk kasus tertentu di mana ada surat perintah hukum.

Sebelumnya, pada November 2018, Direktur Teknis National Cyber Security Center GCHQ, Ian Levy, mengusulkan agar perusahaan teknologi mengirim salinan pesan terenkripsi sesuai pengajuan surat perintah dari agen mata-mata, yang dikenal sebagai "protokol hantu".

Namun, enam bulan kemudian, sejumlah perusahaan teknologi menolak permintaan itu, termasuk Aplle dan WhatsApp. Sebab, menurut perusahaan, jika permintaan itu dikabulkan dapat menyesatkan pengguna lantaran unsur pemerintah dapat 'menguping' pembicaraan antar dua orang.

Sikap perusahaan teknologi itu mendapat dukungan dari pembela hak-hak privasi seperti lembaga Privasi Internasional. Kelompok pendukung hak asasi manusia atas teknologi itu mengatakan enkripsi yang kuat akan menjaga komunikasi tetap aman dari penjahat dan pemerintah yang bermusuhan.

"Kenyataannya, platform teknologi besar ini adalah perusahaan yang beroperasi lintas negara. Menyediakan akses ke polisi Inggris akan berarti membangun preseden yang dapat digunakan polisi di seluruh dunia untuk memaksa platform memantau aktivis dan oposisi, dari Hong Kong hingga Honduras," kata juru bicara Privasi International.[]