Mengapa Jokowi Bolehkan Data WNI Disimpan di Luar Negeri?

Ilustrasi

Cyberthreat.id - Meskipun Pemerintah Indonesia mendengungkan pentingnya kedaulatan data, Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PPD) yang telah diserahkan pemerintah untuk dibahas di DPR RI ternyata membuka celah untuk menyimpan data warga negara Indonesia di luar negeri.

Hal itu tertuang pada Bagian Kedua RUU PDP tentang transfer data pribadi ke luar wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Celah untuk mentransfer data di luar negeri itu diatur dalam pasal 49. Disebutkan, Pengendali Data Pribadi (pihak yang menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan data pribadi) dapat mentransfer data pribadi warga negara Indonesia ke luar negeri dengan sejumlah syarat.

Pertama, negara tempat kedudukan Pengendali Data Pribadi atau organisasi internasional yang menerima transfer Data Pribadi memiliki tingkat perlindungan Data Pribadi yang setara atau lebih tinggi dari yang diatur dalam undang-Undang itu.

Kedua, terdapat perjanjian internasional antarnegara.

Ketiga, ada kontrak antar Pengendali Data Pribadi yang memiliki standar dan/atau jaminan pelindungan data pribadi sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang ini; dan/atau mendapat persetujuan Pemilik Data Pribadi.

Sebelum diserahkan ke DPR RI, RUU PDP telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi.

Sebelumnya, pada 4 Oktober 2019, Presiden Jokowi juga menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem ddan Traksaksi Elektronik. Peraturan ini adalah perubahan dari PP Nomor 82 Tahun 2012.

Dalam aturan terbaru itu, pemerintah menghapus pasal 17 dalam aturan lama yang menyebutkan penempatan data harus di Indonesia.

Terbitnya PP Nomor 71 Tahun 2019 itu dilakukan di tengah protes para pelaku usaha di bidang data center. Sejak akhir 2017, saat wacana menghapus penempatan data harus di Indonesia mencuat, para pengusaha yang tergabung dalam Indonesia Data Centre Provider (IDPRO) telah bersuara lantang meminta agar data center tidak ditempatkan di luar negeri.

"Dikhawatirkan gagasan perubahan regulasi ini akan menjadi langkah mundur dan membuka celah penempatan data pribadi masyarakat pada dalam data center di luar negeri dan mengurangi kemampuan pemerintah untuk melindungi data pribadi masyarakat secara efektif," tulis IDPRO dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situs resminya pada November 2018.

IDPRO meminta pemerintah tetap mempertahankan prinsip-prinsip sebagaimana tercantum pada regulasi sebelumnya yaitu tentang penempatan pusat data layanan publik di Indonesia, dengan 5 alasan yaitu:

  • Perlindungan data pribadi masyarakat
  • Kepastian hukum dan kepastian usaha data center
  • Terjaganya kedaulatan data serta kemandirian dalam digitalisasi layanan publik dan ekonomi digital
  • Mempertahankan momentum pertumbuhan usaha data center
  • Peningkatan kompetensi serta ketersediaan lapangan kerja bagi profesional data center.

Menurut IDPRO, tidak tepat pemerintah melonggarkan aturan penempatan data terkait layanan publik di luar negeri, terutama saat seluruh dunia berusaha keras menjaga data pribadi warga negaranya dan memacu pembangunan data center di negaranya masing masing.

Dalam pernyataan sebelumnya pada November 2017, IDPRO menyebutkan sejumlah negara lain telah mengambil kebijakan untuk menempatkan data strategis warga negara di dalam negeri.

Berdasarkan laporan dari Oxford University, kata IDPRO, Rusia dan China telah menerapkan kebijakan serupa. Brazil berencana menerapkan kebijakan yang mirip. Jerman juga memiliki Privacy Laws yang sangat ketat dan rigid, yang menyebabkan Microsoft pada bulan November 2105 memutuskan menempatkan Data Center layanan cloud mereka di dalam negara Jerman.

Sayangnya, suara pelaku usaha data center itu tak terakomodir. Pemerintah bergeming. Setelah mengubah Peraturan Pemerintah, celah yang memungkinkan menyimpan data strategis di luar negeri  hendak dikuatkan lagi dalam Undang-undang Perlindungan Data Pribadi.

Presiden Joko Widodo sendiri saat menyampaikan pidato kenegaraan HUT RI di gedung parlemen pada 16 Agustus  2019 lalu, menekankan pentingnya perlindungan data pribadi warga negara untuk melidungi kedaulatan data.

Dengan nada tegas, Presiden berkata,"Kedaulatan data harus diwujudkan. Hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Regulasinya harus segera disiapkan. Tidak boleh ada kompromi!"

Lalu, jika kedaulatan data itu penting, mengapa terkesan dipaksakan agar bisa disimpan di luar negeri, Pak Presiden?[]

Update:
Data Boleh Disimpan di Luar Negeri, Faktor Amerika?