TEKNOLOGI PEMILU
E-Rekap, Menjaga 'Trust' Masyarakat Terhadap Pilkada 2020
Cyberthreat.id - Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan pihaknya segera memasukkan kebijakan penggunaan rekapitulasi elektronik (e-Rekap) ke dalam Peraturan KPU (PKPU) untuk Pilkada serentak 2020. Saat ini, teknologi e-Rekap masih disempurnakan KPU bekerja sama dengan tim ITB lewat berbagai simulasi dan uji coba.
"Kalau persiapan (e-Rekap) sudah betul-betul baik, siap, nanti akan kami akan usulkan. Dimasukkan ke dalam pembuatan PKPU karena kalau revisi UU tidak akan mungkin terkejar," kata Arief Budiman di Jakarta, Rabu (23 Januari 2020).
E-Rekap, kata Arief, merupakan perwujudan dari kontinuitas dan transparansi Pemilu/Pilkada yang menggunakan sistem informasi teknologi. Terlebih, sekarang sudah memasuki era digitalisasi dan terkoneksi yang menjadikan infrastruktur siber sebagai alat bantu mempersingkat jarak dan waktu serta hemat biaya.
Sebelumnya, KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 telah menggunakan sistem elektronik dalam semua tahapan yang disebut sebagai "alat bantu teknologi informasi".
Mulai dari Sistem Informasi Partai Politik (Sipol); Sistem Informasi Pencalonan (Silon); verifikasi dan administrasi online, publikasi dana kampanye online, Sistem Informasi Pemutakhiran Data Pemilih (Sidalih); hingga Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng).
"Semua tahapan publik bisa mengakses. Ini yang membuat kepercayaan publik bisa terjaga. Karena kepercayaan publik itu paling penting dalam proses penyelenggaraan Pemilu."
"Nah, untuk e-Rekap ini kami sudah melakukan simulasi, kami sudah melakukan pembahasan bersama tim yang mendesain. Teman-teman KPU di daerah juga diminta menyampaikan data koordinat TPS beberapa daerah."
Dari 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada serentak 2020, tidak semua akan menggunakan e-Rekap lantaran masih belum tersedia infrastruktur fisik maupun infrastruktur siber. Termasuk yang paling menentukan ketersediaan SDM yang berkualitas.
Sementara itu, Bawaslu RI masih menunggu pra PKPU terkait e-Rekap dan mekanismenya seperti apa. Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin mengatakan pihaknya akan melakukan desain pengawasan setelah mengetahui bagaimana mekanisme dan proses e-Rekap.
"Kami juga harus beradaptasi dengan perubahan, penyederhanaan, yang memang mau tidak mau harus dilakukan," kata Afifuddin.
Hubungan antara kinerja KPU dan Bawaslu dalam penggunaan alat bantu informasi teknologi akan mendatangkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan. Afifuddin menuturkan, salah satu ukurannya adalah kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang benar-benar terbuka dan transparan.
"Misalnya KPU dari sisi Situng dan lain-lain, maka kami punya aplikasi pengawasannya," kata Afifuddin.
Dengan demikian, masyarakat akan menikmati sebuah tahapan yang benar-benar efektif dan efisien. Bawaslu juga memiliki sejumlah alat bantu informasi teknologi seperti Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS) di Pilkada 2020; Sistem Pengawasan Pemilu (Siwaslu) yang merupakan penyeimbang dari data yang dipungut KPU dan aplikasi lainnya.
"Tinggal bagaimana daerah-daerah yang berat bisa kami percepat adaptasinya, ini yang menjadi tantangan, tidak hanya di Bawaslu tapi juga di KPU," ujarnya.
SDM dan Infrastruktur
Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby, mengatakan sampai kini pihaknya belum mengetahui bagaimana proses dan mekanisme e-Rekap di Pilkada 2020. Apakah e-Rekap ini seperti Situng yang diformalkan atau bagaimana.
"Sampai kini kami belum tahu e-Rekap bagaimana prosesnya. Regulasi dan sistem yang akan digunakan KPU seperti apa. Apakah e-rekap dengan teknologi baru atau Situng yang di e-Rekapkan," kata Alwan kepada Cyberthreat beberapa waktu lalu.
Harus diakui penggunaan Situng di Pemilu 2019 memang dinilai gagal oleh banyak kalangan. Kemudian muncul ide untuk membangun e-Rekap yang yang masih debatable di kalangan pakar Pemilu karena belum memiliki dasar hukum yang kuat.
Dalam perspektif teknologi Pemilu, Alwan mengatakan teknologi e-rekap sudah jelas harus berbeda dengan Situng yang cacat. Situng, kata dia, basisnya scanner dimana C1 plano dikumpulkan kemudian di scan lalu di-input/di entry lalu di publish. Sebaliknya e-Rekap, menurut pandangan dia, menggunakan ponsel dan aplikasi.
Direktur eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan aspek teknologi dalam Pemilu harus memenuhi unsur-unsur ideal untuk sebuah teknologi beroperasi. Dalam bahasa IT unsur ini disebut sebagai sistem yang "andal dan terpercaya" serta transparan dalam operasionalnya.
"Apakah teknologinya di audit, bagaimana simulasinya, uji cobanya terhadap publik bagaimana. Termasuk SDM yang menjalankan sistem harus mengerti dan paham," ujarnya.
Pakar hukum cyber dan Direktur Riset Tordillas, Awaluddin Marwan, mengatakan jika KPU menggunakan sistem elektronik seperti aplikasi, maka salah satu mekanisme uji publik yang harus dilakukan lewat penetration test (PenTest). Tujuannya menguji apakah sistem itu layak dipakai termasuk menemukan celah keamanan di dalamnya.
"Misalnya lewat program bug bounty yang seperti sayembara mencari celah di dalam teknologi yang digunakan," ujar Awaluddin.
Pakar siber sekaligus Chairman CISSReC, Pratama Persadha pernah mengingatkan bahwa infrastruktur siber dan sistem elektronik KPU RI masih sangat rentan dan sangat mudah dibobol seperti servernya. Padahal di dalam sistem tersebut mengandung data sensitif seperti data pemilih dan data lainnya yang bisa dihack atau dimasuki akses ilegal.
"Ya, kita berharap tidak dipasang exploit di sistem KPU. Ini salah satu contoh saja. Kalau perlu di assessment atau di audit lagi sistemnya secara menyeluruh," ujar Pratama kepada cyberthreat.id beberapa waktu lalu.