Google dan Microsoft Bersebrangan Soal Larangan Teknologi FR
Cyberthreat.id- CEO Google, Sundar Pichai telah menyatakan dukungan untuk larangan sementara yang diusulkan komisi Uni Eropa (UE) terkait penggunaan teknologi pengenalan wajah (Facial Recognation).
Di sisi lain,Wakil presiden dan Kepala Penasihat Hukum Microsoft, Brad Smith, menentang larangan sementara yang diusulkan oleh UE tentang teknologi pengenalan wajah.
Kedua eksekutif perusahaan teknologi tersebut telah menanggapi proposal Komisi Eropa untuk melarang penggunaan pengenalan wajah di ruang publik selama tiga hingga lima tahun, atau sampai kerangka kerja penilaian risiko dan manajemen risiko yang memadai dapat dikembangkan.
“kekhawatiran nyata tentang konsekuensi negatif potensial AI (Artificial Intelligent), dari deepfake ke penggunaan jahat pengenalan wajah dan berpendapat untuk regulasi yang masuk akal yang mendapatkan keseimbangan yang tepat antara peluang AI dan potensi kerugiannya,” kata Pichai, seperti dikutip dari ZDNet, Selasa, (21 Januari 2020).
Pichai mengatakan penting bagi pemerintah untuk menangani pertanyaan regulasi tentang pengenalan wajah, dan lebih luas lagi soal teknologi AI, supaya lebih cepat.
"Dan bahwa larangan itu bisa segera, tetapi mungkin ada masa tunggu sebelum kita benar-benar berpikir tentang bagaimana ini digunakan,” ujar Pichai.
Pichai berpendapat bahwa UE dapat menyesuaikan undang-undang yang ada seperti Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) untuk mengelola risiko AI dan teknologi pengenalan wajah.
Dia juga mengatakan peraturan harus digunakan untuk mendukung prinsip-prinsip AI seperti yang digariskan oleh Google tahun lalu, di mana ia berkomitmen untuk tidak menggunakan AI yang dapat membahayakan orang.
"Akuntabilitas adalah bagian penting dari prinsip AI kami. Kami ingin sistem kami dapat dipertanggungjawabkan dan dijelaskan dan kami mengujinya untuk keamanan," jelas Pichai.
Sementara, Brad Smith, sebelumnya telah menyerukan peraturan tentang penggunaan pengenalan wajah. Namun, kemarin dia memperingatkan terhadap larangan sementara Komisi Eropa. Smith mengatakan pengenalan wajah berguna bagi LSM untuk menemukan anak yang hilang.
"Saya benar-benar enggan mengatakan, mari kita hentikan orang menggunakan teknologi dengan cara yang akan menyatukan kembali keluarga, ketika itu dapat membantu mereka melakukannya," katanya.
"Hal kedua yang akan saya katakan adalah Anda tidak melarangnya jika Anda benar-benar percaya ada alternatif yang masuk akal yang akan memungkinkan kita. katakanlah, mengatasi masalah ini dengan pisau bedah alih-alih pisau daging,” tutur Smith.
Smith sebelumnya berpendapat bahwa undang-undang pengenalan wajah harus mewajibkan perusahaan teknologi untuk menyediakan dokumentasi transparan yang menjelaskan kemampuan dan keterbatasan teknologi pengenalan wajah mereka.
Larangan Uni Eropa
Sebelumnya, Uni Eropa (UE) dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk membatasi penggunaan teknologi pengenalan wajah (Facial Recognation/FR) untuk jangka waktu 5 tahun ke depan. Larangan ini terutama penggunaan teknologi di sektor area publik.
Namun, teknologi ini masih bisa digunakan untuk tujuan penelitian dan pengembangan, serta tujuan keselamatan.
Dikutip dari E Hacking News, alasan larangan ini disebabkan, regulator masih membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan perlindungan eksploitasi teknik yang tidak etis.
Nantinya, aturan baru yang akan diterbitkan ulang akan lebih memperkuat langkah-langkah keamanan lebih lanjut terhadap eksploitasi.
“UE menyarankan untuk memikul tanggung jawab pada salah satu pihak, pengembang, dan pengguna AI (kecerdasan buatan) dan meminta negara-negara anggota UE untuk membangun administrasi untuk mematuhi undang-undang baru-baru ini,” tulis Komite UE.
Meski demikian, sepanjang durasi larangan berlaku selama lima tahun tersebut, pihak yang berkepentingan tetap melakukan mengevaluasi dampak dari pengenalan wajah dan sarana pemeriksaan keamanan yang masuk akal yangdapat ditemukan, sehingga nanatinya bisa diterapkan kembali.
Disebutkan, rekomendasi UE tersebut muncul karena permintaan dari anggota parlemen dan aktivis di Inggris. Hal itu untuk mencegah polisi dalam melakukan penyalahgunaan yang tidak etis terhadap teknik AI yang menggunakan teknologi pengenalan wajah langsung untuk tujuan pemantauan publik.
“Para politisi menuduh bahwa pengenalan wajah itu keliru, mengganggu, dan melanggar hak dasar manusia atas privasi,” ungkap Komite UE.[]