Inikah Jawaban Mengapa Bos Facebook Takut pada TikTok?

Ilustrasi kolase foto

Cyberthreat.id - Bos Facebook Mark Zuckerberg beberapa bulan lalu mengatakan dirinya tak suka TikTok, aplikasi video pendek besutan perusahaan China. Kini, data terbaru setidaknya memberi gambaran mengapa Zuckerberg menaruh TikTok dalam pikirannya. Singkat kata: pertumbuhan pengguna TikTok kian menggila, mengalahkan pertumbuhan pengguna Facebook!

Angka-angka yang dipaparkan dalam hasil penelitian Sensor Tower berjudul "Store Intelligence Data Digest: 2019 Year in Review" barangkali juga telah menyengat Zuckerberg. Bagaimana tidak, di sana disebutkan TikTok telah diunduh sebanyak lebih dari 700 juta kali sepanjang 2019.

Angka itu menempatkan sejumlah perusahaan Mark di bawah TikTok. Facebook dan Instagram? Lewat! Messenger? Sama saja. Hanya WhatsApp yang belum bisa dikalahkan oleh TikTok.

Perhitungan Sensor Tower berdasarkan jumlah unduhan di toko aplikasi App Store (iOS) dan Google Play Store (Android) pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2019. Sedangkan yang mengunduh dari luar aplikasi itu, tidak dihitung.

Dengan jumlah 700 juta kali unduhan, TikTok bertenggar di urutan kedua sebagai aplikasi terbanyak diunduh pada 2019. Sedangkan WhatsApp milik Facebook berada di urutan pertama dengan jumlah unduhan 850 juta kali pada periode yang sama. Sementara Messenger, Facebook dan Instagram masing-masing berada di urutan ketiga, empat dan lima.

Orang yang paling 'tertampar' dengan data itu tentulah Mark Zuckerberg. Sebab, pada 2016 dan 2017, empat aplikasi miliknya masih berada di posisi paling atas.

Pada 2018, TikTok mulai unjuk gigi dengan bertengger di urutan keempat, menggeser Instagram ke urutan lima.   

Tentu saja tidak semua orang yang mengunduh aplikasi akan terus menjadi pengguna aktif. Tetapi angka-angka itu menceritakan kisah sebuah aplikasi yang mengalami pertumbuhan gila-gilaan,, terutama di China, di mana Facebook tak boleh digunakan. China adalah pasar kedua terbesar ByteDance (perusahaan induk TikTok) setelah Amerika Serikat. Di sana, TikTok dikenal dengan nama Duoyin,    

Mark Zuckerberg bukannya tak menyadari ancaman dari popularitas TikTok. Baru-baru ini, Instagram menyematkan filter baru di Boomerang yang menyerupai TikTok.

Tiga bulan lalu, tepatnya pada Oktober 2019, saat berbicara di Georgetown University, Mark sempat melontarkan kritik pedas untuk TikTok.

"Sementara layanan kita  seperti WhatsApp, digunakan oleh pendemo dan aktivis di mana-mana karena enkripsi dan perlindungan privasi yang kuat, pada TikTok, aplikasi China yang berkembang cepat di seluruh dunia, menyebutkan bahwa protes itu disensor, bahkan di Amerika Serikat," kata Zuckerberg seperti dikutip dari mashable.com, . "Apakah itu internet yang kita inginkan?"

China, kata Mark,"sekarang mengekspor visi mereka tentang internet ke negara lain."

"Sampai saat ini, internet di hampir setiap negara di luar China ditentukan oleh platform Amerika dengan nilai-nilai kebebasan ekspresi yang kuat. Tetapi tidak ada jaminan nilai-nilai ini akan menang. Satu dekade lalu, hampir semua platform internet utama adalah milik Amerika. Hari ini, enam dari sepuluh adalah China," sambung Mark saat itu.

Kini, setelah TikTok menggeser dominasi tiga perusahaan Mark, barangkali memberi gambaran lebih jelas kepada kita mengapa Mark kuatir terhadap TikTok.

TikTok memang disebut-sebut menghapus sejumlah video atas permintaan pemerintah China, terutama konten soal aksi demonstrasi menentang pemerintah di Hong Kong.

Namun, tudingan itu dibantah TikTok. "Pemerintah China tidak meminta TikTok menyensor konten dan tidak punya yurisdiksi karena TikTok tidak beroperasi di sana. Untuk lebih jelas, kami tidak menghapus video berdasarkan konten protes Hong Kong," bantah TikTok.

Beberapa hari sebelum berbicara di Georgetown University, pada 1 Oktober 2019, situs techcrunch.com mendapatkan rekaman pandangan Mark tentang TikTok yang disampaikan dalam sebuah pertemuan internal.

"..TikTok yang dibangun oleh perusahaan ByteDance yang berbasis di Beijing ini, benar-benar produk internet yang dibangun oleh salah satu raksasa teknologi China yang cukup baik di seluruh dunia. Dimulai dari AS, terutama dipakai oleh anak muda, Mereka berkembang sangat cepat di India. Saya pikir ini melampaui Instagram di India. Jadi ya, ini fenomena sangat menarik," kata Mark.

Diluncurkan oleh perusahaan ByteDance di Beijing pada September 2016, popularitas TikTok langsung melesat cepat.  Pada kuartal pertama 2018, penggunanya sudah mencapai 45,8 juta orang. Jumlah itu terus menanjak. Penggunanya berasal dari dari seluruh dunia. Pada Maret 2019, TikTok mencetak sejarah baru: diunduh lebih dari 1 miliar kali.

Keberhasilan TikTok merebut pasar anak muda disinyalir lantaran aplikasi ini menyediakan video pendek yang berdurasi di bawah dua menit. Video itu biasanya dikemas dengan musik dan efek khusus. Lalu, para penggunanya dapat berkreasi menampilkan diri mereka dalam berbagai gaya dengan latar video tersebut.  Maka jadilah video pendek yang menampilkan penggunanya dengan berbagai gaya, dari yang terkesan serius hingga berbau konyol.  

Pendirinya, Zhang Yiming mengatakan sejak awal TikTok menargetkan anak muda sebagai pengguna potensialnya. Yiming adalah salah satu anak muda terkaya di China. Pada 2013, majalah Forbes memasukkannya dalam daftar 30 orang terkaya China dalam usia di bawah 30 tahun.

Di Indonesia, Tiktok resmi diluncurkan pada September 2017. Namun, tak sampai setahun berselang, pemerintah sempat memblokirnya. Bukan lantaran persoalan keamanan dan privasi seperti yang dikuatirkan tentara Amerika, melainkan karena adanya konten negatif yang berbau pornografi. Pemblokiran itu terjadi selama seminggu sejak 3 Juli hingga 10 Juli 2018. Pemerintah lewat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhirnya kembali membolehkan aplikasi itu digunakan oleh anak muda Indonesia setelah berjanji menghapus konten negatif di platform mereka.[]