Pakar Binus Bicara Serangan Siluman Gunakan AI
Cyberthreat.id - Guru Besar Artificial Intelligence (AI) Binus University Prof. Widodo Budiharto menyebut penerapan kecerdasan buatan atau AI dalam suatu serangan siber dapat menjadi sangat berbahaya. Implementasi AI ini sekaligus membuat lanskap ancaman dan serangan siber semakin luas.
"AI bisa dimanfaatkan untuk mendukung serangan siber. Murni tanpa AI, itu bisa. Tetapi, kalau lebih lanjut misalnya seorang hacker menyerang negara lain untuk menembus keamanan tingkat tinggi itu butuh AI," kata Widodo saat ditemui Cyberthreat.id di Jakarta, Senin (13 Januari 2020).
Dibutuhkan metode khusus dan tingkat tinggi saat mengimplementasikan AI kedalam suatu serangan siber agar tidak terdeteksi. Serangan yang menggunakan AI juga dianggap lebih berbahaya dibandingkan serangan siber pada umumnya.
"Butuh metode-metode tingkat tinggi agar menyusupnya tidak kelihatan dan kemampuan penghancurannya dapat lebih optimal. Implementasi AI kedalam suatu serangan juga sudah mulai banyak digunakan para penjahat," tambah Widodo.
Dilansir CisoMag, hacker dapat menggunakan AI untuk membuat malware yang mampu meniru komponen sistem tepercaya guna meningkatkan serangan siluman (stealth attack). Serangan yang tidak terdeteksi disebabkan karena peretas berbaur pada lingkungan keamanan pada suatu organisasi sehingga sulit untuk dilacak.
Juni 2018, marketplace yang berbasis di AS, TaskRabbit diretas sampai membahayakan 3,75 juta pengguna. Namun, penyelidikan hingga saat ini tidak dapat melacak serangan itu.
Serangan siluman itu sangat berbahaya karena hacker dapat menembus dan meninggalkan sistem tanpa terdeteksi. AI memfasilitasi serangan semacam itu dan teknologi pada dasarnya akan mengarah pada penciptaan suatu serangan yang lebih cepat dan cerdas.
Meskipun demikian, Widodo mengungkapkan bahwa serangan semacam itu juga bisa diantisipasi dengan teknologi AI. Kemudian, ia menganalogikan pada sel darah merah yang istilahnya sistem imun tubuh.
Fungsi sistem imun itu adalah untuk mencegah dan melindungi sel tubuh dari kuman ataupun bakteri jahat.
"Kalau berbasis AI ada yang namanya Artificial Immune System. Jadi paket-paket yang tidak diizinkan akan ada alarm warning dari sistem komputer tersebut," ujarnya.
"AI ini pasti diterapkan di penyerang secara siber. Itu sebabnya AI harus kita kuasai. Jadi tidak hanya harus menguasai teknologi sekuriti jaringan, etika hacker dan segala macam. Tetapi, juga bagaimana memblokir paket-paket penyerang yang mana di dalamnya disisipkan teknologi AI, itu pasti ada."
Redaktur: Arif Rahman