Apa Saja Isu Etika yang Muncul dalam Kecerdasan Buatan?
Cyberthreat.Id - Pemerintah Amerika Serikat baru saja mengeluarkan pernyataan perlunya aturan yang lebih ketat untuk mengatur penggunaaan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang kian marak digunakan dalam industri teknologi informasi. Salah satu kekuatiran yang muncul adalah soal etika dan kebebasan sipil. Apa saja potensi pelanggaran etika yang mungkin terjadi?
Raksasa teknologi seperti Google, Microsoft, Amazon, Facebook, IBM dan lainnya saat ini berlomba-lomba mengembangkan teknologi AI yang mutakhir. Penggunaan teknologi pengenalan wajah, misalnya, memicu kekhawatiran hilangnya kebebasan individu. Bagi sebagian orang, perkembangan kecerdasan buatan diyakini dapat meningkatkan kualitas hidup manusia ke depan. Namun, bagi sebagian lainnya, ada potensi pelanggaran etika di sana.
Berikut adalah sejumlah pertanyaan tentang persoalan etis yang muncul dalam penerapan kecerdasan buatan seperti dilansir dari Geeksforgeeks, Rabu, 8 Januari 2020:
1. Bagaimana menghilangkan potensi bias?
Adalah fakta tak terbantahkan bahwa manusia seringkali bias dalam sejumlah hal. Sebut saja seperti bias gender, kebangsaaan, bias terhadap agama lain dan lainnya. Gamblangnya, ini terkait bagaimana seseorang dari latar belakang tertentu memandang kelompok lain yang berbeda dengannya.
Tanpa disadari, bias ini juga masuk ke dalam sistem kecerdasan buatan yang notabene diciptakan oleh manusia. Bias juga dapat masuk ke dalam sistem karena data yang disuplai untuk diolah tidak menyeluruh.
Sebagai contoh, baru-baru ini Amazon menemukan bahwa alogaritma perekrutan berbasis Machine Learning mereka ternyata bias terhadap perempuan. Alogaritme itu bekerja berdasarkan jumlah lamaran yang diajukan selama 10 tahun terakhir dan kandidat diterima bekerja. Namun, karena para kandidat sebagian besar laki-laki, maka alogaritme memunculkan hasil bahwa lelaki lebih disukai daripada wanita.
Lalu, bagaimana mengatasi hal itu? Bagaimana memastikan kecerdasan buatan yang dikembangkan tidak rasis atau seksis seperti sebagian manusia di muka bumi ini? Perusahaan yang menyadari adanya bias ini, saat ini sedang berupaya mengatasinya. Divisi Research IBM, misalnya, saat ini sedang berupaya menciptakan sistem IA yang tidak bias untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan keputusan.
2. Hak apa yang harus diberikan kepada robot?
Saat ini robot hanyalah mesin. Tapi bagaimana ketika kecerdasan buatan menjadi lebih maju? Mungkin ada saatnya robot tidak hanya terlihat seperti manusia tetapi juga memiliki kecerdasan canggih. Lalu, hak apa yang bisa diberikan kepada robot? Jika robot menjadi cukup maju secara emosional, haruskah mereka diberi hak yang sama seperti manusia, atau lebih rendah?
Bagaimana pula jika robot membunuh seseorang. Haruskah itu diangga sebagai pembunuhan atau hanya sekadar kerusakan mesin?
Ada juga pertanyaan tentang kewarganegaraan. Haruskah robot diberi kewarganegaraan dari negara tempat mereka diciptakan? Pernyatan iitu sempat muncul pada 2017 ketika Arab Saudi memberi kewarganegaraan kepada robot hunamoid Sophia. Meskipun langkah pemberian kewarganegaraan kepada robot itu saat ini masih dianggap sebagai bagian dari mendapatkan publikasi, namun di masa depan persoalan itu bisa jadi hal yang serius.
3. Bagaimana memastikan kecerdasan buatan tetap dalam. kontrol manusia?
Manusia saat ini adalah spesies dominan di bumi. Bukan karena manusia adalah spesies tercepat atau terkuat. Sama sekali bukan. Manusia dominan karena kecerdasannya. Lalu, apa yang terjadi jika Kecerdasan Buatan lebih cerdas dari manusia? Celakanya lagi, bagaimana jika objek yang memakai teknologi kecerdasan buatan itu tak bisa dihentikan.
4. Bagaimana cara menangani pengangguran manusia karena kecerdasan buatan
Ketika kecerdasan buatan menjadi semakin maju, itu jelas akan mengambil alih pekerjaan yang pernah dilakukan manusia. Konsultan global McKinsey pernah merilis laporan yang menyebutkan sekitar 800 juta pekerjaan dapat hilang di dunia pada 2030 karena otomatisasi pekerjaan.
Bagaimana mengatasi itu? Beberapa orang menyakini akan muncul lapangan kerja baru. Mungkin pekerjaan yang memakai fisik berkurang, berganti dengan lapangan kerja yang membutuhkan pemikiran kreatif dan strategis. Masalahnya, hal itu hanya mungkin terjadi pada mereka yang sudah berpendidikan tinggi. Bagaimana dengan mereka yang berpendidikan rendah?
5. Bagaimana menangani kesalahan yang dibuat oleh kecerdasan buatan
Kecerdasan buatan dapat berkembang menjadi kecerdasan super dalam beberapa tahun, namun saat ini kesalahan masih terus terjadi. Sebagai contoh, IBM Watson bermitra dengan pusat kanker Anderson Cancer Centre di Texas untuk mendeteksi dan akhirnya menyelesaikan kanker pada pasien.
Tetapi sistem AI ini gagal total karena memberikan saran obat yang benar-benar salah kepada pasien. Dalam kegagalan lain, Microsoft mengembangkan AI chatbot yang dirilis di Twitter. Tapi chatbot ini segera mempelajari propaganda Nazi dan penghinaan rasis dari pengguna Twitter lain dan mengancurkannya.
Itu baru kesalahan yang masih bisa ditangani. Namun, siapa tahu kecerdasan buatan justru membuat kesalahan lebih rumit di masa mendatang.