Mantan Perwira CIA: Iran Siapkan Serangan Siber ke AS
Cyberthreat.id - Head of Revolutionary Guard Corps (IRGC) Quds Force (Pasukan Elit Kurdis), Jenderal Qassem Soleimani, terbunuh dalam serangan udara yang diluncurkan Amerika Serikat (AS) di Irak, Jumat (3 Januari 2020). Peristiwa itu membuat ketegangan Iran kontra AS meningkat. Bahkan jagat Twitter sempat dihebohkan dengan tagar Perang Dunia III.
Ketegangan dari kedua negara tersebut dapat menyebabkan jenis peperangan yang berbeda. Yaitu, perang siber atau dunia maya (cyber warfare). Iran menggunakan perang siber ini demi membalaskan dendamnya terkait kematian Soleimani.
Mantan Perwira CIA dan Intelligence Department of Defense USA, Reginald Hyde, mengatakan Iran dapat menimbulkan ancaman siber yang besar. Negara dengan ibukota Teheran itu bisa menargetkan perusahaan, universitas hingga bank milik AS.
"Situasi dengan Iran saat ini sangat memprihatinkan. Mereka sebelumnya telah melakukan serangan siber yang meluas terhadap bisnis Amerika sebagai tanggapan terhadap tindakan pemerintah AS," kata Hyde seperti dikutip dari WBRC, Jumat (3 Januari 2020).
Hyde menilai Iran memiliki kekuatan yang cukup solid jika keduanya terlibat cyber warfare. Untuk itu, kata dia, AS harus waspada mengingat meningkatnya ketegangan di kedua belah pihak akibat tindakan yang dilakukan AS.
"Ada kemampuan signifikan yang mereka (Iran) miliki. Tentu saja mereka telah menggunakannya di masa lalu dan dalam keadaan seperti ini tampaknya mereka akan memiliki motivasi untuk menggunakannya lagi."
"Itu dapat membuka pintu bagi teknologi yang lebih canggih dan memungkinkan satu atau dua serangan untuk mengendalikan satu komputer guna mendapatkan kendali apapun dari jaringan komputer."
Sektor Swasta Diincar
Bertentangan dengan Hyde, laporan Forbes pada Agustus lalu menjelaskan, Iran memahami bahwa pembalasan terhadap militer AS dalam domain siber mungkin sama dengan melempar batu ke sebuah tank. Tetapi, itu bisa mengenai sektor korporasi AS yang sangat luas.
Perusahaan cybersecurity FireEye mengatakan pihaknya akan mengantisipasi ancaman yang meningkat dari aktor Iran setelah terbunuhya Jenderal Qassem Soleimani.
Perusahaan tersebut memprediksi sebuah peningkatan dalam spionase yang berfokus pada sistem pemerintahan. Sebab, para aktor Iran berusaha untuk mengumpulkan intelijen dan lebih memahami lingkungan geopolitik yang dinamis.
Director of Intelligence Analysis FireEye, John Hultquist, mengatakan FireEye juga akan mengantisipasi serangan siber yang mengganggu dan merusak terhadap sektor swasta di AS.
"Sebelum Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA - kesepakatan nuklir Iran), Iran telah melakukan serangan terhadap sektor keuangan AS serta bisnis lain dan menyelidiki infrastruktur penting lainnya," kata John.
"Sejak perjanjian itu dan meskipun terjadinya erosi hubungan antara Iran dan AS, Iran telah menahan aktivitas serupa dengan Timur Tengah. Mengingat perkembangan ini, tekad untuk menargetkan sektor swasta AS dapat menggantikan pengekangan sebelumnya."
Redaktur: Arif Rahman