Per 1 Januari, Singapura Kenakan Pajak Digital Layanan Asing

Ilustrasi | Foto: Cyberthreat.id/Faisal Hafis

Cyberthreat.id – Konsumen Singapura akan dikenakan pajak barang dan jasa (goods and services tax/GST) pada layanan digital luar negeri atau impor mulai 1 Januari 2020.

Dengan kebijakan tersebut, layanan lokal dan luar negeri dalam posisi yang sama, tunduk pada ketentuan GST. Sebelumnya, hanya layanan yang dibeli secara lokal yang tunduk pada GST.

Kebijakan tersebut akan memengaruhi berbagai layanan termasuk konten yang dapat diunduh seperti e-book dan aplikasi seluler, perangkat lunak seperti office suites, media berbasis langganan seperti streaming musik atau Netflix dan game online, serta manajemen data elektronik seperti penyimpanan cloud dan web hosting.

Menurut Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS), lebih dari 100 penyedia layanan telah mendaftar sistem Overseas Vendor Registration (OVR) Singapura.

Tindakan serupa telah diadopsi oleh negara-negara seperti Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan sejak awal 2015, kata IRAS seperti dikutip dari The Strait Times, Senin (30 Desember 2019).

Pemerintah Singapura mendefinisikan layanan digital sebagai layanan yang disediakan secara online/internet atau jaringan elektronik yang memerlukan intervensi manusia minimal atau tidak sama sekali dan "tidak mungkin tanpa menggunakan teknologi informasi".

Di bawah aturan baru itu, penyedia layanan digital luar negeri dengan omset global tahunan lebih dari S$ 1 juta (Rp 10 miliar) dan menjual lebih dari S$ 100.000 (Rp 1 miliar) layanan digital kepada pelanggan di Singapura dalam periode 12 bulan wajib mendaftarkan diri dan membebankan biaya GST.

IRAS mengatakan GST perlu dibayar untuk semua barang yang diimpor, kecuali barang-barang yang nilainya kurang dari $ 400 dan diimpor melalui udara atau pos.

Pemerintah Singapura mengatakan akan terus meninjau kebijakan pajak atas transaksi e-commerce itu.

Ini pertama kali Singapura memaksakan GST pada layanan digital, menerapkan pajak ke bisnis-ke-bisnis (B2B) dan layanan bisnis-ke-konsumen, seperti pemasaran, akuntansi, dan TI layanan serta aplikasi, biaya berlangganan perangkat lunak online, dan layanan streaming video dan musik.

Pemasok layanan seperti itu, tapi sudah memiliki berdiri di Singapura tidak akan dikenakan pajak baru.

Mengomentari pajak impor, Direktur Riset Gartner Adrian Lee mengatakan penyedia layanan digital akan menghadapi biaya operasional yang lebih tinggi untuk memastikan kepatuhan ketika mereka melebihi S$ 100.000 dalam transaksi.

"Ini akan menghambat pertumbuhan layanan digital di Singapura, tetapi tidak boleh membatasi, karena konsumen semakin mendigitalkan layanan mereka," kata dia seperti dikutip dari ZDNet, Selasa (31 Desember).