2020, Hoaks di Indonesia Naik Level
Cyberthreat.id - Chairman CISSReC Dr. Pratama Persadha memperingatkan potensi hoaks dan disinformasi sebagai sumber masalah nasional di tahun 2020. Ada bermacam agenda nasional tahun depan namun salah satu yang jadi perhatian adalah ancaman hoaks terhadap kelangsungan Pilkada serentak di 270 daerah, 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.
Pilkada 2020, selain menghadapi ancaman peretasan, juga menghadapi ancaman dari media sosial lewat hate speech dan hoaks. Menurut Pratama, hoaks sangat membahayakan selama berlangsungnya proses Pilkada serentak.
Ia mengingatkan, pentingnya penegakan hukum dan edukasi-literasi di masyarakat akan sangat membantu mengurangi ancaman terhadap Pilkada serentak. Apalagi, tren hoaks ke depan bakal jauh lebih advanced dengan berkembangnya teknologi Deepfake.
“Tren hoaks akan masuk ke level lebih tinggi dengan adanya Deepfake yang dikembangkan dengan AI," kata Pratama dalam siaran pers, Senin (30 Desember 2019).
Deepfake, kata dia, adalah video hoaks yang secara kasat mata sulit sekali dibedakan mana asli dan mana hoaks.
"Ini harus diwaspadai sejak dini karena rawan memecah belah masyarakat bawah," tegas Pratama.
Data Kementerian Kominfo sangat mendukung fakta ancaman hoaks. Data yang dirilis pekan pertama Desember 2019 menyatakan hoaks politik dan pemerintahan mendominasi sepanjang Agustus 2018 hingga November 2019.
Terdapat 3.901 hoaks yang yang mengisi berbagai saluran komunikasi masyarakat, terutama media sosial yang sudah menjadi kebutuhan primer pengguna di Tanah Air. Kurangnya literasi membuat hoaks kerap di share dan reshare dengan tujuan politik ataupun menyerang pemerintahan.
Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Ferdinandus Setu mengatakan, terdapat tiga mekanisme pihaknya dalam mengidentifikasi hoaks.
"Penyisiran mesin AIS Kominfo, laporan masyarakat melalui aduan konten, dan laporan dari kementerian dan lembaga," kata dia.
Kategori hoaks paling banyak yang ditemukan oleh Tim AIS Kominfo adalah hoaks kategori politik dengan jumlah 975 item. Hoaks pemerintahan menempati urutan kedua dengan jumlah 743, disusul hoaks kesehatan dengan jumlah 401, dan 307 hoaks kategori lain-lain.
Teknologi vs Teknologi
Direktur Proteksi Infrakstruktur Informasi Kritikal Nasional (IIKN) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Agung Nugraha, mengatakan Indonesia sudah saatnya memikirkan dan mengembangkan teknologi untuk memberantas hoaks. Menurut dia, selain aspek literasi, aspek teknologi juga bisa digunakan memberantas hoaks di ruang siber.
"Ada kejahatan yang sudah menggunakan Artificial Intelligence AI, dan tentunya AI harus dilawan dengan AI, teknologi lawan teknologi, ini akan menjadi tantangan sendiri," ujar Agung di Forum Diskusi Telematika Akhir Tahun 2019 di Jakarta, Senin (23 Desember 2019).
Karo Multimedia Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Budi Setiawan pernah mencontohkan skenario sebuah hoaks bisa menimbulkan kerusuhan di Papua. Menurut dia, stabilitas Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat di era keterbukaan informasi pasti mudah sekali terganggu oleh beredarnya hoaks atau berita bohong.
"Hal ini disebabkan saat ini masyarakat sebagai penerima berita bisa sekaligus berperan sebagai penerus atau bahkan produsen berita. Padahal literasi (pemahaman) soal informasi sangat minim. Masyarakat mudah percaya dan memviralkan berita-berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata Brigjen Budi.
Keamanan di Papua, kata dia, telah terbukti kerap dipicu oleh hoaks yang dibikin dari luar Papua. Ini bisa menjadi pelajaran untuk Pilkada 2020 yang menuntut sinergi Polri dan Pemda dalam menghadapi potensi konflik, terutama yang dipicu masalah politik.
"Sebagai contoh yang up to date adalah gejolak keamanan di Papua, pemicunya adalah sebaran hoaks dari seseorang yang menyebarkan berita telah terjadi perusakan/penghinaan terhadap bendera merah putih di Asrama Mahasiswa di Surabaya, kemudian memicu ungkapan rasisme dari pihak-pihak yang percaya berita tersebut."