Muncul Ajakan Unjuk Rasa, Iran Batasi Akses Internet Publik

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Dubai, Cyberthreat.id –  Pemerintah Iran membatasi akses internet seluler di sejumlah provinsi sejak Rabu (25 Desember 2019) menyusul adanya gelombang ajakan demonstrasi pada Kamis (26 Desember).

Seperti diberitakan Reuters, yang mengutup kantor berita Iran, seruan demonstrasi itu rama disuarakan di media sosial. Unggahan-unggahan di medsos telah menyerukan protes baru sekaligus memperingati duka bagi korban meninggal dunia pada unjuk rasa yang rusuh beberapa waktu lalu.

Badan intelijen Iran dikabarkan telah menyita sekitar 126 senjata buatan AS yang diselundupkan ke kota Isfahan dari luar negeri.

Gelombang protes tersebut bermula dari kenaikan harga bensin. Namun, unjuk rasa kemudian melebar tentang seruan untuk kebebasan politik dan masalah-masalah lain.

Pemerintah, yang menindak keras terhadap demonstran dalam 40 tahun sejarah Republik Islam, menuding musuh asing sebagai pemicu ketegangan tersebut.

“Seorang pejabat Iran membantah adanya perintah dari pihak berwenang untuk memblokir internet selama sekitar seminggu dalam kerusuhan November lalu,” lapor Reuters.

Kantor berita ILNA, mengutip sebuah sumber informasi di Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Iran, melaporkan, akses internet seluler ke situs-situs di luar negeri diblokir oleh otoritas keamanan di Provinsi Alborz, Kurdestan dan Zanjan di Iran tengah dan barat serta Fars di selatan.

"Menurut sumber ini, ada kemungkinan bahwa lebih banyak provinsi akan terpengaruh oleh penghentian konektivitas seluler internasional," kata ILNA.

NetBlcoks, orgranisasi swasta yang memantau keamanan siber dan tata kelola internet, di Twitter-nya, mengatakan, "Dikonfirmasi: Bukti gangguan internet seluler di beberapa bagian #Iran [...] data jaringan real-time menunjukkan dua penurunan konektivitas berbeda pagi ini (baca: Rabu) di tengah laporan pemadaman regional; insiden sedang berlangsung." tulis NetBlokcs, kemarin.




Jamal Hadian, Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Iran membantah ada perintah untuk mematikan internet. “Belum ada perintah seperti itu yang dikeluarkan oleh pengadilan atau otoritas terkait lainnya. Berita palsu (hoaks)  sedang bekerja," kata Jamal Hadian di akunt Twitter-nya.

Tiga operator seluler Iran juga membantah mengalami gangguan internet, kantor berita YJC melaporkan.

Pemblokiran internet mempersulit para pemrotes untuk memposting video di media sosial untuk mendapatkan dukungan dan juga untuk mendapatkan laporan yang dapat diandalkan tentang tingkat kerusuhan.

Pasukan keamanan telah siaga untuk setiap peristiwa yang dapat memicu lebih banyak kerusuhan setelah 1.500 orang tewas dalam waktu kurang dari dua minggu setelah protes meletus pada 15 November, menurut Reuters.

Angka itu jauh lebih tinggi dari perkiraan oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional dan langsung diklaim sebagai "berita palsu" oleh juru bicara Badan Keamanan Tinggi Negara Iran.

Iran menyalahkan "penjahat" yang terkait dengan orang buangan dan musuh asing - Amerika Serikat, Israel, dan Arab Saudi - karena mengobarkan kerusuhan melalui media sosial. Selama protes, ratusan bank dan bangunan umum diserang dan dirusak.