BSA: Penggunaan Perangkat Lunak Ilegal di Indonesia Tinggi
Jakarta,Cyberthreat.id- BSA, The Software Alliance, lembaga aliansi perangkat lunak global melaporkan, penggunaan perangkat lunak ilegal di Indonesia mencapai 83%. Sejauh ini, hanya 194 perusahaan yang ada di delapan provinsi di Indonesia yang telah menggunakan perangkat lunak legal.
Oleh karena itu, BSA berinisiatif untuk melakukan kampanye penggunaan perangkat lunak legal. Sebagai bagian dari kampanye ini, para konglomerat besar di Indonesia telah melegalkan hampir 3.000 PC (Personal Computer) sebagai bagian dari kampanye nasional untuk melegalkan perangkat lunak.
Direktur Senior BSA Tarun Sawney mengatakan, kegiatan kampanye dengan melegalkan hampir 3.000 PC merupakan kegiatan legalisasi terbesar sejauh ini di Indonesia dan Asia Tenggara.
“Konglomerat Indonesia yang melegalkan perangkat lunaknya telah melakukan hal yang tepat bagi pelanggan, karyawan, dan pemegang saham mereka. Konglomerat ini adalah panutan,” kata Sawney melalui siaran pers, Jumat, (13 Desember 2019).
Namun, menurut Sawney, perusahaan-perusahaan lain di Indonesia belum memberikan tanggapan positif terhadap kampanye ini dan terus mengambil risiko dari penggunaan perangkat lunak illegal, mulai dari risiko kejahatan dunia siber, kehilangan data, hingga risiko hukum dan reputasi.
Sehingga, kata dia, Indonesia tertinggal dari semua negara ASEAN lainnya yang berpartisipasi dalam kampanye ini.
“Namun, selain konglomerat ini, kontribusi perusahaan di Indonesia harus lebih baik lagi. Indonesia adalah negara yang penting, tetapi upaya sektor bisnis dalam melegalkan perangkat lunak cukup mengecewakan. Pemerintah serta pemimpin perusahaan perlu mengatasi masalah ini untuk menjaga keamanan publik,” ujar Sawney.
BSA melaporkan bahwa di Indonesia, hanya 194 perusahaan di delapan provinsi yang telah melegalkan perangkat lunak sejauh ini. Mengingat rate penggunaan perangkat lunak ilegal di Indonesia adalah 83%, data ini menunjukan bahwa puluhan ribu perusahaan di Indonesia masih terus menggunakan perangkat lunak ilegal.
Negara yang paling berkontribusi dalam kampanye ini adalah Thailand. Ada lebih dari 400 perusahaan yang melegalkan aset perangkat lunak mereka. Keberhasilan di Thailand dikarenakan tingginya tingkat kerja sama antara pemerintah dan pemimpin perusahaan yang mengerti pentingnya menggunakan perangkat lunak legal.
Di Vietnam dan Filipina, lebih dari 200 perusahaan melegalkan aset perangkat lunak di setiap negaranya.
Sawney menambahkan, kampanye BSA Legalize and Protect diluncurkan untuk mengedukasi pemimpin perusahaan tentang berbagai risiko terkait dengan penggunaan perangkat lunak ilegal, termasuk risiko keamanan dunia maya.
Pada bulan September, BSA meluncurkan kampanye Clean Up to the Countdown untuk membujuk pemimpin perusahaan agar memastikan perusahaan mereka patuh pada di tahun 2020. Kampanye ini diluncurkan di empat negara besar di Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Sejauh ini, lebih dari 1.000 perusahaan di kawasan ASEAN melakukan pembelian perangkat lunak dengan tujuan melegalkan aset perangkat lunak mereka dan mengurangi risiko mereka. Ini termasuk pembelian perangkat lunak untuk sekitar 6.000 PC sejak September 2019.
Sawney mengungkapkan, melegalisasikan perangkat lunak juga dapat membantu perusahaan mencegah pelemahan keamanan cyber, meningkatkan produktifitas, mencegah kerusakan, memusatkan manajemen lisensi dan bahkan mengurangi biaya karena fleksibilitas sistem langganan yang modern.
“Kami menyukai kemajuan yang kami lihat tahun ini, tetapi beberapa pemimpin perusahaan hanya akan membersihkan perusahaan mereka ketika mereka menghadapi tekanan yang sangat signifikan dari pemerintah, dan karena itu, kami akan bekerja sama dengan mitra kami di pemerintahan untuk melakukan tindakan hukum terhadap pemimpin perusahaan yang menolak untuk patuh,” ucap Sawney.