PP E-Commerce Harus Adil Hingga ke Medsos

Ilustrasi

Cyberthreat.id - Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dapat disebut sebagai UUD (Undang-Undang Dasar) perdagangan elektronik (e-commerce). Meskipun ia mengingatkan konteks PP tersebut sangat luas.

"Mulai dari pendaftaran pedagang lalu domain hingga pajak itu ada semua dalam PP 80 Tahun 2019 ini," kata Igantius dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (9 Desember 2019).

Mengenai detail terkait PP tersebut, Ignatius mengatakan pihaknya sedang mempelajari lebih dalam selaku asosiasi e-commerce di Indonesia. Yang jelas, kata dia, PP 80 tahun 2019 akan berdampak terhadap semua bentuk bisnis e-commerce di Indonesia.

"Tetapi, kita concern-nya (fokus) ke pemain karena dampaknya besar sekali untuk C2C (Customer to Customer). Pendaftaran pedagang misalnya."

Salah satu kebijakan PP 80 Tahun 2019 adalah mewajibkan para pelaku usaha (pedagang online) untuk memiliki izin usaha. Pengajuan izin usaha tersebut dapat melalui Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS).

Terdapat dua poin penting untuk dikaji lagi mengenai kewajiban izin usaha untuk para pedagang online. Menurut Igantius, dua poin tersebut adalah grouping (kelompok) dan support (bantuan) kepada pelaku usaha terkait izin usaha tersebut.

"Grouping yang dimaksud adalah siapa yang harus mendaftar dan siapa yang tidak. Yang kedua support yaitu kelompok (pedagang online) yang harus disupport seperti mendaftarnya harus gampang, mudah dan tidak ada konsekuensinya."

Termasuk, lanjut Ignatius, ketika pedagang itu tidak berdagang kembali. Karena, dalam praktiknya, terdapat pedagang yang hanya mencoba-coba saja sehingga tidak bertahan lama.

Lari ke Medsos

Ignasius menuturkan bahwa terdapat beberapa hal lain yang juga harus dikaji dan ditinjau kembali mengenai PP 80 ini. Misalnya terjadi kemungkinan kebocoran-kebocoran dengan munculnya peraturan ini.

"Ketika aturan ini diberlakukan pedagang yang keberatan dengan adanya peraturan ini harus lari kemana. Nah, itu yang harus dijaga dan menurut saya mereka larinya ke media sosial," kata Igantius.

Platform sosial media seperti Facebook, Instagram hingga Twitter memang dalam implementasinya memperbolehkan para penggunanya untuk berjualan di platform mereka. Facebook bahkan sudah menyediakan 'Facebook Marketplace' untuk berjualan di platformnya.

Tentunya, PP 80 Tahun 2019 harus memperhatikan permasalahan tersebut. Karena, masalah itu juga akan berdampak serius pada e-commerce itu sendiri.

"Itu harus diatur supaya platform e-commerce tidak merasa terancam dengan adanya aturan ini. Aturan ini kan diberlakukan ke platform e-commerce, terus jika pedagangnya lari ke sosial media, sosmed itu akan mendapatkan perlakuan istimewa karena tidak terikat dengan aturan ini," tambah Ignatius.

"Saya tidak punya rumus bakunya. Tetapi, ada baiknya jika pemerintah, asosiasi dan pelaku sosial medianya duduk bareng untuk mendiskusikan hal tersebut."