Sistem Elektronik Pemilu AS Diteror Hacker Rusia

Ilustrasi | Foto: Bloomberg

Cyberthreat.id - Pemilu Amerika Serikat (AS) berlangsung tahun depan, tetapi bayangan peretasan sistem elektronik terus mengancam. Pakar keamanan dan anggota parlemen AS berkali-kali menyatakan sistem Pemilu mereka aman dan telah mencapai kemajuan, terutama untuk menjaganya dari campur tangan pihak asing.

Isu gangguan dan ancaman peretasan dari asing di Pemilu masih mengemuka di publik AS. Misalnya salah satu serangan yang diarahkan kepada Dewan Pemilihan Negara Bagian Illinois yang bertugas mengawasi dan memfasilitasi bagian dari proses pemilihan, termasuk sistem pendaftaran pemilih di seluruh negara bagian. Serangan terjadi pada Pilpres 2016 empat tahun lalu.

"Salah satu staf IT kami memperhatikan bahwa sistem (pendaftaran pemilih) kami berjalan sangat lambat. Secara praktis, sistem itu dimatikan," kata Matt Dietrich dari Dewan Pemilihan dilansir BBC, Rabu (27 November 2019).

Anggota IT memeriksa sistem dan menemukan bahwa penyusup telah mengeksploitasi kerentanan pada aplikasi pemilih online dewan. Penyerang membobol database pendaftaran pemilih di seluruh negara bagian dan memperoleh akses ke informasi pemilih, termasuk nama, alamat dan nomor SIM.

"Mengerikan sekali... kami dipaksa meruntuhkan seluruh sistem," ujarnya.

Dietrich mengaku bingung dan tidak tahu siapa yang berada di belakang peretasan. Namun, Juli 2018, Penasihat Khusus AS saat itu, Robert Mueller, mendakwa 12 perwira militer Rusia atas tuduhan operasi cyber untuk mengganggu Pilpres AS 2016.

Dietrich mengatakan, pada hari dakwaan tersebut dikeluarkan ia segera membuka komputernya dan melakukan pencarian kata untuk "Illinois". Dan ternyata benar sekali, salah satu serangan memang ditujukan kepada mereka.

"Maka, hari itu juga kami mengadakan konferensi pers dan mengatakan serangan 'Ini, jelas kepada kami'," kata dia.

Infrastruktur Kritis

Sebuah artikel di Times yang tayang 30 Oktober lalu menuliskan ancaman Pemilu AS tidak hanya dari hacker Rusia, tetapi juga hacker Iran dan Korea Utara. Peneliti CSIS di Washington, James Lewis, mengatakan AS masih akan menghadapi gelombang serangan hoaks dan disinformasi selain upaya peretasan sistem elektronik.

Awal tahun ini, Komite Intelijen Senat AS, yang telah menyelidiki upaya Rusia untuk mengganggu pemilu 2016, menyimpulkan bahwa sistem pemilu di seluruh 50 negara bagian menjadi sasaran utama para hacker yang terkait dengan pemerintah Rusia.

Jumlah penetrasi yang berhasil tampaknya jauh lebih kecil; operasi cyber Rusia punya kemampuan masuk ke sistem pemilihan Illinois serta database pemilih dari dua wilayah di Florida. Negara bagian lain juga dikompromikan.

Menurut laporan yang dirilis Mei 2019, hacker Rusia juga menargetkan perusahaan teknologi swasta yang membuat dan mengelola software dan hardware yang terkait Pilpres AS seperti aplikasi pendaftaran pemilih dan tempat pemungutan suara elektronik.

Memang belum ditemukan bukti bahwa Rusia bisa memanipulasi penghitungan suara, hasil pemilihan atau data pemilih. Tetapi setelah Pemilu 2016, pejabat negara bagian dan federal telah mengambil langkah-langkah untuk membuat sistem pemilu lebih aman.

Dewan Pemilihan Negara Bagian Illinois menciptakan Program Navigator Cyber ​​untuk melatih otoritas pemilu tentang keamanan siber tentang bagaimana memberikan penilaian risiko terhadap software dan hardware.

Upaya ini termasuk ermasuk mendanai yurisdiksi yang lebih kecil yang ingin memperkuat sistem pertahanan mereka. Negara bagian lain seperti Florida juga mengambil langkah-langkah keamanan siber menjelang Pemilu AS 2020.

"Ada kesadaran yang jauh lebih besar di antara pejabat pemilu bahwa keamanan adalah bagian yang sangat penting dari pekerjaan mereka," kata Larry Norden, direktur Pusat Keadilan Brennan di New York University Law School.

Marian Schneider, presiden Verified Voting yang juga seorang nirlaba keamanan pemilu, mengatakan penunjukan sistem pemilihan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri sebagai "infrastruktur kritis" pada 2017 sebagai langkah ke arah yang benar.

"Dan ini membuka komunikasi antara semua tingkat pemerintahan, terutama antara pemerintah federal dan pejabat pemilihan negara bagian," kata Schneider.

Pakar keamanan pemilu lainnya mengatakan sektor pemerintah terlibat harus berkoloni dalam berkomunikasi yang lebih baik antara pejabat pemerintah dan sektor swasta.

Sebelumnya negara bagian Virginia menetapkan standar keamanan sistem untuk Pemilu 2020. Salah satu pemicu aturan itu dikeluarkan Dewan Pemilihan Virginia adalah peringatan dari Aksi Keamanan Nasional AS yang menyatakan telah mengetahui informasi bahwa rival AS ingin merusak dan mengganggu proses Pemilu tahun depan.