Soal Drone Hacking dan Maldrone, Apa Itu?
Cyberthreat.id - Unmanned Aerial Vehicles (UAV) atau dikenal juga dengan pesawat tanpa awak (Drone) telah menjadi salah satu dasar dari kemampuan pertahanan dan militer. Drone bisa digunakan untuk berbagai keperluan mulai dari pengumpulan intelijen hingga operasi militer.
Menurut perkiraan, dalam tentang waktu 2015 hingga 2022, pasar drone komersial global diperkirakan tumbuh dari 5,95 miliar USD menjadi 7,47 miliar USD. Sejauh ini, drone lazim dikenal penggunaannya dalam sejumlah aplikasi termasuk pertanian, media massa, pengiriman paket, dan pertahanan.
"Teknologi drone semakin berkembang sehingga para hacker mencari cara bagaimana menghentikan operasi drone," tulis The Conversation.
Seperti halnya semua teknologi IT, produsen dan pengguna dapat membiarkan pintu digital tidak terkunci. Ini berpotensi meninggalkan peluang bagi penjahat cyber dan mungkin ke tahap perang cyber.
Misalkan sebuah operasi pertahanan di mana drone dikirim untuk memata-matai wilayah musuh. Musuh mengidentifikasi drone tetapi berusaha menonaktifkannya, kompromi sensor (penglihatan, sonar, dan sebagainya) untuk menyuntikkan data palsu. Dalam skenario terburuk, dapat menghindari/mengurangi korban jiwa.
Konsultan cybersecurity Inggris James Dale memperingatkan bahwa "peralatan sekarang tersedia untuk meretas drone sehingga mereka dapat mem-bypass kontrol teknologi".
Drone adalah teknologi yang relatif murah untuk penggunaan militer (seperti pengintaian), dibandingkan penggunaan satelit. Drone off-the-shelf misalnya, itu dapat digunakan untuk mengumpulkan intelijen, tanpa usaha yang signifikan.
Sementara itu, sejumlah negara menindak penggunaan drone sipil ilegal, dan memberlakukan zona larangan terbang. Contohnya di sekitar infrastruktur kritis seperti bandara. Pabrikan drone terpaksa menyediakan perangkat lunak "geofencing" untuk menghindari situasi; seperti penyerangan drone baru-baru ini di ladang minyak Arab Saudi yang sebenarnya bisa diintervensi lewat hacking.
Perusahaan software Rusia, Coptersafe menjual modifikasi semacam itu dengan harga beberapa ratus dolar. Intinya, siapapun dapat membeli drone dari toko ritel, membeli modifikasi, dan kemudian mengirim drone mereka ke zona larangan terbang seperti pangkalan militer dan bandara.
"Ironisnya, pangkalan militer Rusia di Suriah diserang drone tahun lalu."
Australia dan Maldrone
Australia sedang melakukan revolusi drone militer, termasuk melengkapi negara dengan armada ratusan drone baru. Letnan Kolonel Keirin Joyce, yang membahas program tersebut dalam podcast pertahanan baru-baru ini. Ia menyatakan Australia akan segera menjadi "tentara (kendaraan udara) paling tak berawak di dunia".
Penting untuk melindungi setiap komponen armada udara tak berawak canggih ini dari serangan siber. Ketika drone dikembangkan, biasanya keamanan siber (cybersecurity) bukan prioritas. Beberapa potensi ancaman terhadap teknologi drone:
1. Navigasi drone didasarkan pada Global Positioning System (GPS). Mungkin penyerang dapat merusak enkripsi saluran komunikasi ini. Sinyal palsu dapat dimasukkan ke drone yang ditargetkan dan drone secara efektif hilang. Jenis serangan ini dapat diluncurkan jarak jauh (tanpa kedekatan fisik).
2. Dengan pengetahuan tentang sistem pengontrol penerbangan, peretas dapat memperoleh akses menggunakan serangan "brute force". Kemudian, rekaman video yang diambil dapat dimanipulasi untuk menyesatkan operator dan mempengaruhi operasi darat
3. Drone yang dilengkapi dengan sensor dapat dimanipulasi dengan menyuntikkan sinyal jahat. Misalnya, drone dapat disesatkan menggunakan sumber energi audio eksternal. Penjahat dunia maya dapat memanfaatkan karakteristik desain ini untuk membuat pembacaan sensor palsu.
4. Sistem kontrol terpasang drone adalah komputer kecil yang efektif. Sistem kontrol drone (onboard dan pengontrol berbasis darat) juga rentan terhadap perangkat lunak berbahaya atau Maldrone (malware untuk drone).
Pendiri dan CTO CloudSEK, Rahul Sasi menemukan pintu belakang (backdoor) di Parrot AR.Drone. Dengan menggunakan software berbahaya, penyerang dapat membangun komunikasi jarak jauh lalu mengendalikan drone. Penyerang juga dapat menyuntikkan data palsu untuk menyesatkan operator.
Jenis malware ini dapat diinstal secara diam-diam tanpa ada tanda yang terlihat ke operator. Konsekuensinya signifikan jika drone digunakan untuk operasi militer.
"Diprediksi tahun 2019 akan terjadi peningkatan tajam dalam insiden terkait drone."
Drone adalah alat yang hebat di era kota pintar. Tetapi kita tidak boleh melupakan potensi kejahatan siber. Jelas, penggunaan drone perlu diatur dengan hati-hati. Dan langkah pertama adalah pemerintah dan Angkatan Pertahanan Australia menyadari risiko ini.