Sri Lanka Ketakutan Facebook Sebar Hoaks
Cyberthreat.id - Kelompok masyarakat sipil di Sri Lanka mulai bersuara terhadap kebijakan iklan Facebook jelang Pemilu yang akan berlangsung Sabtu 16 November mendatang. Facebook mengizinkan iklan politik di seluruh platformnya (termasuk WhatsApp dan Instagram), tidak peduli apakah itu hoaks atau disinformasi
Facebook sebelumnya telah menimbulkan kontroversi di AS kala mengeluarkan kebijakan semua jenis iklan politik diperbolehkan tayang. Facebook merasa tidak memiliki tanggung jawab atas kebenaran atau integritas pesan yang disampaikan kandidat politik karena itu urusan pemilih.
Pada Pilpres 2016 di Amerika Serikat (AS), Facebook dan media sosial lainnya digunakan oleh Rusia untuk ikut campur selama tahapan pemilihan. Dua penelitian yang disusun untuk Senat AS dirilis Desember 2018 menyebut agen Rusia menggunakan semua platform media sosial untuk membantu Donald Trump memenangi pemilihan presiden AS.
Sanjana Hattotuwa, peneliti senior di Centre for Policy Alternatives (CPA) di Sri Lanka, sebelumnya telah mengirimkan surat ke Facebook pada 7 November. Surat tersebut berisi kekhawatiran koalisi masyarakat sipil disana terkait ancaman terhadap penyelenggaraan Pemilu.
"Surat saya tidak mendapat tanggapan," kata Sanjana dilansir The Guardian, Rabu (13 November 2019).
Dalam keterangan lain Sanjana menjelaskan bahwa Facebook ternyata memberikan perlakuan berbeda terhadap berbagai negara dalam mengatasi permintaan melawan hoaks. Pada kerusuhan dan tragedi Rohingya di Myanmar, Facebook mengaku gagal membendung hoaks, ujaran kebencian dan disinformasi sehingga dampak konflik meluas dan masif.
"Perlakuan yang kami dapat berbeda dengan India," ujarnya.
Mahinda Deshapriya, Ketua National Elections Commission (NEC) and People’s Action for Free and Fair Elections (Paffrel), adalah sebuah lembaga masyarakat sipil di Sri Lanka, meminta Facebook untuk bertindak tegas terhadap iklan politik yang muncul selama masa tenang atau 48 jam sebelum pemilihan.
"Saya tidak yakin apakah Sri Lanka bisa meminta itu kepada Facebook," kata dia.
Deshapriya mengatakan keamanan menjadi isu utama di Pemilu 2019 Sri Lanka. Pada 21 April 2019, serangkaian serangan teroris dengan bom bunuh diri terkoordinasi bertepatan dengan Minggu Paskah, dengan target tiga gereja yang tersebar di beberapa kota di Sri Lanka dan tiga hotel mewah di ibu kota Kolombo. Korban tewas mencapai 259 orang.
Aksi terorisme itu menjanjikan serangan balik terhadap wilayah minoritas Muslim di Sri Lanka pada saat Pemilu 16 November. Hoaks, disinformasi, ujaran kebencian yang tersebar di media sosial akan menjadi pemicu untuk serangan balasan tersebut.
"Para pemilih juga ingin memastikan serangan teroris tidak terulang saat Pemilu nanti."