Ancam Kebebasan Sipil, Teknologi Biometrik Dikecam di AS
Cyberthreat.id- Seorang pengawas kebebasan sipil di Amerika Serikat (AS) menggugat agen Federal Bureau of Investigation (FBI) dan agen-agen federal lainnya, karena telah menggunakan teknologi pengenalan wajah (Biometrik) untuk memperoleh dan mengawasi warga AS.
Aktivis tersebut, yakin, saat ini, FBI sedang mengumpulkan data biometrik pada wajah orang, iris, pola berjalan, dan suara. Bahkan FBI mengantongi database setidaknya 640 juta gambar orang dewasa di AS.
“Karena kerahasiaan FBI, sedikit yang diketahui tentang bagaimana agensi mengawasi kegiatan pengawasannya dengan teknologi pengenalan wajah," kata Kade Crockford dari American Civil Liberties Union dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari SecurityWeek, Jumat, (1 November 2019).
"Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui kapan, di mana, dan bagaimana lembaga penegak hukum menggunakan teknologi pengenalan wajah, dan perlindungan apa, jika ada, yang ada untuk melindungi hak-hak kami,” tambah Crockford.
Tuntutan tersebut, tidak hanya ditujukan kepada FBI, tetapi juga kepada Departemen Kehakiman dan Administrasi Penegakan Narkoba. Pasalnya mereka dinilai gagal menghasilkan dokumen responsif dalam menanggapi permintaan Undang-Undang Kebebasan Informasi.
"Wajah dan teknologi pengawasan biometrik lainnya dapat memungkinkan pengawasan yang tidak terdeteksi, persisten, dan tanpa diduga pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Crockford.
Crockford menambahkan, teknologi pengawasan ini mengancam secara fundamental, serta mengubah masyarakat yang bebas menjadi masyarakat yang diperlakukan sebagai tersangka untuk dilacak dan dipantau oleh pemerintah selama 24 jam.
Sementara itu, para pendukung pengenalan wajah mengatakan, itu adalah alat yang berguna yang dapat membuatnya lebih mudah untuk menangkap penjahat dan memastikan keamanan di bandara dan tempat-tempat dengan kerumunan besar.
Tetapi aktivis privasi dan kebebasan sipil mengatakan teknologi itu tetap cacat dan bisa menjerat orang yang tidak bersalah.
Sebelumnya, negara bagian San Francisco juga telah melarang penggunaan teknologi oleh lembaga resmi, dan beberapa peneliti telah memperingatkan kesalahan, terutama dalam mengidentifikasi minoritas, dan penciptaan database besar yang bisa dilanggar atau diretas.
Tak hanya itu, gugatan yang diajukan di wilayah Massachusetts juga meminta pemerintah menyerahkan informasi tentang data apa yang dimilikinya dan siapa yang dapat mengaksesnya.
Tetapi, hingga saat ini, Departemen Kehakiman tidak segera menanggapi pertanyaan tentang pengaduan tersebut.