MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RUDIANTARA
Operator Telekomunikasi tak Perlu Cemas Frekuensi
Jakarta, Cyberthreat.id – Wacana merger atau akuisisi operator telekomunikasi di Indonesia sebetulnya telah diserukan Menteri Komunikasi dan Infromatika Rudiantara sejak awal 2015, beberapa bulan usai dirinya masuk Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Namun, hingga saat ini wacana konsolidasi, istilah yang dipakai pemerintah, antaroperator belum pernah ada yang terealisasi.
“Ini menjadi utang saya sejak 2015. Memang ada pekerjaan yang bisa saya selesaikan cukup baik selama saya memimpin, seperti program penataan ulang frekuensi 4G (refarming 4G) dan Palapa Ring. Tetapi, konsolidasi ini belum bisa direalisasikan. Padahal tujuannya adalah untuk mengefisiensi industri telekomunikasi,” kata Rudiantara.
Rudiantara mengeluhkan jumlah operator telekomunikasi yang terlalu banyak di Indonesia. Ia ingin agar jumlahnya lebih ramping agar kualitas pelayanan juga menjadi lebih baik lagi. Dari jumlah enam operator, kata dia, idealnya cukup dua atau tiga operator saja yang beroperasi.
Saat ini Indonesia memiliki enam operator seluler, antara lain PT Hutchison 3 Indonesia (Tri), PT XL Axiata (XL), PT Indosat (Indosat), PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Smartfren, dan PT Sampoerna Telekom (Ceria).
Bagaimana sebetulnya kesiapan pemeritnah dalam perampingan operator telekomunikasi sejauh ini? Berikut petikan wawancara Cyberthreat.id dengan Rudiantara yang ditemui di Jakarta, Kamis, (3/5/2019).
Operator telekomunikasi kabarnya enggan konsolidasi karena isu keterbatasan frekuensi. Tanggapannya?
Sekarang kami sedang mempersiapkan ketersediaan frekuensi, bahkan hingga 10 tahun ke depan. Sebetulnya secara strategis tidak harus menjadi fokus lagi terkait frekuensi. Kenapa frekuensi jadi isu? Karena kekhawatiran frekuensi di Indonesia ini terbatas. Saya bilang ini tidak akan terjadi.
Makanya Pak Denny (Denny Setiawan, Direktur Penataan Sumber Daya Perangkat Pos dan Infromatika/SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang menyiapkan frekuensi untuk 5-10 tahun ke depan, seperti 700 Mhz. Lalu, golden frekuensi untuk seluler yang masih dipakai satelit. Itu akan berkahir tahun 2024. Itu kan 150 Mhz bandwith-nya. Jadi, jangan khawatir dengan frekuensi.
Rudiantara mengatakan kekhawatiran terhadap isu frekuensi karena pada tahun-tahun sebelum dirinya menjadi menteri, kementerian tidak pernah terbuka dengan operator.
Jadi, ada persaan, wah jangan-jangan nanti saya enggak dapat frekuensi. Tetapi, sekarang kan makin terbuka. Jadi, kita butuh 300 Mhz bandwith dalam waktu 10 tahun ke depan. Dan, itu sedang dipersiapkan.
Apakah frekuensi Bolt 2,3 Ghz yang tidak beroperasi dialokasikan juga?
Wah, itu tunggulah. Belum ada pembahasan soal itu.
Soal konsolidasi tanggapan operator bagaimana?
Operator menuntut regulasi harus ada sebelum konsolidasi. Kami juga melihatnya kalau regulasi sudah ada, tetapi konsolidasi tidak terjadi, buat apa bikin regulasi? Jadi, seperti telur sama ayam, goreng aja dua-duanya sekalian. Jadi, regulasinya sama persiapan konsolidasinya jalan paralel. Jadi tek-tok, komunikasi terus.
Kapan regulasi konsolidasi itu diterbitkan?
Saya sih maunya cepat. Karena yang nyusun ini Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Selain konsolidasi, apakah ada opsi lain?
Ada. Opsinya adalah yang sudah kami lakukan, tetapi belum bisa jalan melalui Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, yaitu sharing infrastruktur. Itu salah satu cara. Tetapi, kalau itu dilakukan, operator kan masing-masing ada infrastrukturnya, tetap aja mereka berkompetisi. Mungkin yang paling bagus adalah konsolidasi: merger atau akuisisi.
Redaktur: Andi Nugroho