Singapura Buat Undang-Undang Anti Berita Bohong

Ilustrasi | Foto: whatismyipaddress.com

Singapura, Cyberthreat.id – Pemerintah Singapura akhirnya mengesahkan Undang-Undang Anti Berita Bohong atau hoaks. Dengan regulasi ini, pemerintah bisa memblokir artikel-artikel yang dianggap melanggar aturan.

Regulasi yang disahkan di parlemen, Senin (1/4/2019), dikhawatirkan oleh sebagian publik bisa membuat Pemerintah Singapura berlaku otoriter. Regulasi itu dianggap bisa membatasi perbedaan pendapat dan mengontrol ketat ruang media sosial.

Pada Jumat (31/3/2019), Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, bahwa undang-undang tersebut bertujuan untuk mengatasi masalah perkembangan misinformasti yang berkembang di internet.

“(Regulasi) ini seiring penyelidikan berita bohong di Singapura oleh Komite Parlemen tahun lalu, yang menyimpulkan bahwa Singapura menjadi ‘target kampanye informasi yang menyulut permusuhan’,” demikian tulis The Guardian.

Lee mengatakan, dengan regulasi tersebut, media massa akan diminta untuk mengoreksi berita hoaks, yaitu menunjukkan koreksi atau menampilkan peringatan tersebut berita hoaks sehingga pembaca atau pemirsa dapat melihat dua sisi dan mengambil keputusan sendiri terhadap masalah itu.

“Dalam kasus ekstrem dan mendesak, undang-undang tersebut juga akan meminta sumber berita daring untuk menurunkan kabar hoaks sebelum terjadi kericuhan,” kata Lee.

Aktivitas dan jurnalis Singapura, Kirsten Han, mengaku prihatin dengan munculnya undang-undang tersebut. Menurut dia, beredarnya berita hoaks ternyata malah menjadi jalan untuk disalahgunakan pemerintah berlaku otoriter.

Data Reporters Without Borders menyebutkan, Singapura berada di peringkat 151 dari 180 negara pada 2018 berkaitan dengan Indeks Kebebasan Pers.

Pada Januari lalu, Vietnam juga memperkenalkan Undang-Undang Keamanan Siber. Regulasi ini juga pada dasarnya bisa mengkriminalkan siapa saja yang mengkritik pemerintah di internet.

Pada tahun lalu, Malaysia meloloskan RUU Anti Berita Bohong dengan ancaman hukuman enam tahun penjara bagi mereka yang melanggar. Namun, RUU yang diusulkan era Perdana Menteri Nadjib Razak menuai kontroversi dan pemerintahan saat ini berupaya mencabut undang-undang yang disahkan Agustus tahun lalu.

Redaktur: Andi Nugroho