Ini Kriteria Menkominfo Baru Menurut Chief RA

Menkominfo Rudiantara | Foto : Cyberthreat.id/Eman Sulaeman

Jakarta,Cyberthreat.id- Di tengah belum adanya kepastian tentang nama-nama Menteri yang akan menduduki kabinet jilid II, di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara yang saat ini masih menjabat posisi tersebut, menyampaikan beberapa pesan dan harapan kepada Menkominfo baru yang nantinya akan ditetapkan oleh Presiden.

Menurut dia, kriteria Menteri baru yang menempati pos Kemkominfo, yang paling utama adalah harus sejalan dengan program Presiden.

“Nomor satu yang tentunya bisa klik dengan bapak Presiden. Karena kan bapak Presiden yang akan menetapkan hak prerogatif. Apapun yang diputuskan oleh pak Jokowi kita harus dukung,” kata Rudiantara dalam acara perpisahan dengan ASN Kemkominfo di Gedung Kemkominfo, Jakarta, Selasa, (22 Oktober 2019).

Selanjutnya, kata Rudiantara, Menteri baru harus terus membangun infrastruktur telekomunikasi, terus mengembangkan ekosistem digital, dan mewujudkan program konsilidasi antar operator, yang hingga kini belum terwujud. Rudiantara tidak mempersoalkan, apakah Menteri baru harus dari kalangan profesional maupun dari politikus.

“Kalau menurut saya, apakah itu berlatar belakang politik atau tidak berlatar belakang politik, yang penting bisa ngeklik sama presiden dan membangun unrastruktur tanpa henti, kemudian juga mengembangkan ekosistem ekonomi digital dan juga jangan lupa PR untuk konsolidasi,” ujar Rudiantara.

Terkait Konsolidasi, hal itu hingga kinis belum bisa diwujudkan, karena terkait kesiapan frekuensi, dan juga terkait pemegang saham, yang mengendalikan perusahaan.

“Konsolidasi itu, perlu waktu. Terutama di pemegang saham pengendali.  Itu satu. Selanjutnya, Pemerintah juga harus menyiapkan di sisi frekuensi, di frekuensi ada gambaran sih kalau 3.5 Mhz dipakai satelit kan tidak seluruh indonesia, kan di beberapa bagian bisa dimulai. Tapi yang penting model bisnis,” jelas Rudiantara.

Rudiantara juga mengungkapkan, tentang relasisasi teknologi 5G. Menurut dia, hingga saat ini, model bisnis 5G di berbagai negara, masih untuk segmen korporasi. Sehingga, hal ini juga perlu kesiapan untuk end user di Indonesia, dan juga segmen korporasi untuk mengadopsi teknologi 5G.

“Model bisnis 5G di luar negeri dimanapun dimulai dari korporasi. 5G memberikan kecepatan 20 kali lebih cepat, tapi apakah masyarakat mau membayar lebih mahal, jangankan 10 kali. Rasanya masyarakat kita masih menimbang-nimbang kalau untuk bayar berkali lipat dari yang sekarang. Tapi untuk korporasi tidak masalah.  Karena di bisnis, setiap penambahan cost 10, asal menghasilkan 15 oke. Setiap penambahan 10 asal menghasilkan penambahan 30 oke. Jadi bisnis past duluan,” ungkap Rudiantara.