Analis: Nadiem Paham Ekonomi Digital, Data dan Cyber

Nadiem Makarim

Cyberthreat.id - Peneliti Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara menilai pemanggilan eks bos GoJek, Nadiem Makarim, ke Istana Negara pada Senin (21 Oktober 2019) sebagai calon menteri merupakan bukti keseriusan Pemerintah menatap ekonomi digital.

Dunia global, kata dia, telah menggarap porsi ekonomi digital secara serius. Pemerintahan di berbagai negara berupaya menciptakan ekosistem digital yang subur mulai dari regulasi, pengaturan teknis, infrastruktur digital hingga SDM yang akan bekerja di dalamnya.

Ekonomi digital menurut Bhima perlu mengatur kebijakan yang lebih pro kepada startup, e-commerce, digitalisasi dan transportasi online yang memerlukan pengembangan teknologi seperti AI, Big Data, IoT, robotik dan sebagainya.

Semua dinamika di dalam dunia digital, kata dia, perlu pengaturan oleh orang yang paham.

"Nah, pos ini tepat diisi anak muda yang berbakat dan punya pemahaman yang lebih baik dibanding generasi "old". Sosok muda ini adalah harapan besar sebagai pertanda Indonesia memasuki era digital yang lebih advanced," kata Bhima kepada Cyberthreat.id, Senin (21 Oktober 2019).

Ekosistem ekonomi digital Indonesia sudah agak tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga. Bima mencontohkan Thailand yang sudah sejak 2016 memiliki UU Ekonomi Digital.

Itu termasuk regulasi yang melindungi ruang cyber sebagai tempat/media transaksi digital itu terjadi. Lalu ada perlindungan data pribadi yang merupakan wujud kongrit terhadap data sebagai komoditas baru yang dianggap the new oil.

Laporan E-Conomy South East Asia (SEA) 2019 menyatakan ekonomi digital Indonesia mencapai Rp 569 triliun (40 miliar USD). Tahun 2025 potensi ekonomi digital Indonesia mencapai 130 miliar USD (Rp 1.967 triliun) atau melonjak tiga kali lipat dari sekarang.

"Track record Nadiem membangun Gojek menjadi Decacorn menjadi modal dasar untuk memperbaiki ekosistem digital, baik perizinan, infrastruktur, hingga memberi masukan terkait perpajakan digital," ujar Bhima.

Kepentingan Nasional

Nadiem juga tak luput dari konflik kepentingan. Sebagai mantan CEO GoJek, ia bakalan banyak bersinggungan dengan perusahaan startup yang akan menjadi objek kebijakan cukup besar.

Potensi konflik kepentingan misalnya berkaitan dengan perlindungan data pribadi serta pengawasan terhadap aktivitas startup. Kemudian Bhima juga melihat sinyal resesi ekonomi global yang pastinya berdampak pada kelangsungan bisnis startup, unicorn dan Decacorn di Tanah Air.

Bhima mengingatkan bahwa bisnis startup, unicorn dan Decacorn di Indonesia sangat mengandalkan pendanaan asing.

"Disini keberpihakan Nadiem harus jelas melindungi kepentingan nasional, dan pengawasan terhadap startup yang bermasalah dan berpotensi sistemik ke ekonomi harus tegas," ujarnya.

Nadiem dalam keterangan kepada wartawan usai menghadapi Presiden Jokowi di Istana Negara mengatakan, dirinya telah keluar dari GoJek dan akan berjuang demi kepentingan negara.

Saat berbincang dengan Presiden Jokowi, pria kelahiran  4 Juli 1984 berbicara mengenai SDM, reformasi birokrasi, investasi, inovasi serta hal-hal subtansi sesuai visi misi Pemerintah.

"Termasuk menyusun KPI (Key Performance Indicator) Pemerintah dalam lima tahun ke depan. Evaluasi, inovasi dan sebagainya," ujar Nadiem.