Bawaslu: Tantangan Pilkada 2020, Dari Hacking Hingga Hoaks

Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin (kanan baju putih) bersama Ketua Bawaslu Abhan (kiri) saat menggelar diskusi di Media Center Bawaslu RI, Selasa (15 Oktober 2019)

Jakarta, Cyberthreat.id - Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, mengatakan diantara tantangan Pilkada di era digitalisasi adalah munculnya upaya peretasan terhadap perangkat digital Pemilu hingga gelombang hoaks yang mengganggu setiap tahapan Pilkada.

"Catatan kita untuk menguatkan soal IT menjadi fokus. Apalagi ada inovasi Siwaslu yang kemarin sempat disebut ada yang mau membobol, maka percobaan itu diantisipasi," kata Mochammad Afifuddin dalam diskusi di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Selasa (15 Oktober 2019).

Saat ini Bawaslu sedang membentuk satuan kerja (Satker) tersendiri yang mengurusi digitalisasi dalam proses Pilkada 2020. Diantaranya penataan proses digital, upload data dan dokumen di website, kemudian sinergi Bawaslu dengan daerah soal website masing-masing dalam rangka pengawasan dan kelancaran proses.

"Itu kemarin (website Bawaslu) yang diretas, yang meretas orang Jawa, maki-makiannya bahasa Jawa, lalu Bawaslu melakukan audit. Sekarang dibentuk Satker yang bisa mengelola sendiri," ujarnya.

Terkait masalah hoaks, Afifuddin mengatakan yang dihadapi elemen Pemilu bukanlah satu atau dua hoaks, tapi gelombang hoaks yang menyerang Penyelenggara mulai dari KPU, Bawaslu hingga peserta Pemilu.

Hanya saja, kata dia, selama ini pemberantasan hoaks belum maksimal karena urusannya dengan platform media sosial sebagai sumber penyebaran dan penciptaan hoaks itu sendiri.

"Kemeriahan di media sosial, untuk platform tertentu tidak bisa langsung di takedown, karena yang melakukan takedown itu Facebook sendiri yang markasnya di Singapura. Nah, pas di takedown, kampanye udah selesai. Ini tantangan pengawasan medsos," kata Afifuddin.

Tantangan lain adalah pengaturan kampanye di medsos yang dilakukan dengan berbagai metode. Secara teknis, banyak potensi kecurangan yang bisa dilakukan dalam pengawasan kampanye di medsos.

Salah satu contoh adalah Bawaslu hanya melalukan pengawasan terhadap akun resmi yang didaftarkan ke KPU maupun Bawaslu. Dalam kenyataannya, banyak muncul akun siluman yang ikut berkampanye hingga memproduksi gelombang hoaks.

"Itu juga ada orang-orang yang iklan kampanye di media sosial karena enggak ada aturannya. Kampanye tidak konvensional itu dikembangkan dan tentu harus diatur. Kan ada iklan dan sponsor, kalau si calon dan tim sukses perlu ada aturannya."