Infrastruktur Cyber dan Industri ICT Indonesia Tertinggal
Jakarta, Cyberthreat.id - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyatakan infrastruktur cyber maupun industri ICT Indonesia masih tertinggal di Asia Tenggara.
Fakta ini diungkap Chief RA, sapaan Rudiantara, saat Presiden Jokowi meresmikan Palapa Ring "Tol Langit" di Istana Negara, Senin (14 Oktober 2019).
"Indonesia dibanding negara tetangga dari ICT, infrastruktur kita masih ketinggalan. Kita masih dibelakang Singapura pasti, Thailand, Malaysia, karena mereka negara daratan, kita negara kepulauan," kata Rudiantara.
Chief RA menuturkan, dari spending/pengeluaran ICT Infrastruktur yang dihitung berdasarkan pendapatan negara, Indonesia hanya membelanjakan 0,1 persen dari PDB, Thailand 0,3 persen dari PDB, Malaysia 0,6 persen dari PDB.
Malaysia, kata dia, kalau dihitung perkapitanya, membelanjakan 1819 kali lebih besar bagi warga negaranya dibanding belanja Indonesia bagi warga negaranya.
"Ini adalah tantangan kita ke depan membangun infastruktur ICT dengan ekonomi digital, tidak bisa sakdek saknyet. Tetapi kita harus jangka panjang," ujarnya.
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 menyatakan pengguna internet Indonesia sudah di angka 171 juta. Rudiantara dalam forum ILC TV One pernah menyebut pengguna internet sudah mencapai 180 juta awal tahun 2019.
Itu artinya Palapa Ring akan terus meningkatkan jumlah pengguna internet yang diiringi pembangunan infrastruktur cyber dalam rangka melengkapi ekosistem ekonomi digital.
Cyber yang Imun
Laporan South East Asia (SEA) E-conomy 2019 menyatakan, Indonesia dan Vietnam memiliki pertumbuhan luar biasa di bidang internet ekonomi. Putaran uang di sektor internet ekonomi Asia Tenggara menembus 100 miliar USD (Rp 1.416 triliun).
Dari jumlah itu, lebih dari sepertiga memutar uang di Indonesia yang mencapai Rp 569 triliun (40 miliar USD). Pertumbuhan Indonesia memang luar biasa mengingat tahun 2015 ekonomi digital di Indonesia baru bernilai sekitar 8 miliar USD.
Tahun 2025 potensi ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai 130 miliar USD (Rp 1.967 triliun), melonjak tiga kali lipat dari tahun 2019 sebesar 40 miliar USD (Rp 569 triliun).
"Jadi pembangunan Palapa Ring ini dampak sosialnya seperti apa, dampak ekonominya seperti apa, dampak kepada peningkatan jumlah lapangan pekerjaan juga seperti apa. Ini suatu proyek yang menurut saya bukan hanya sekedar membangun dan mengoperasikan, tetapi juga dampak yang penting bagi ekonomi, sosial dan lapangan pekerjaan," kata Chief RA.
Dari segi keamanan infrastruktur cyber, Indonesia masih berupaya melengkapi ekosistem dengan regulasi yang mendukung lalu lintas transaksi dan aktivitas ekonomi di ruang cyber yang memiliki ketahanan (imunitas). Misalnya pencurian data atau gangguan keamanan dalam transaksi.
International Telecommunication Union (ITU) tahun 2018 menyatakan Indeks Keamanan Siber (Global Cyberscurity Index/GCI) Indonesia meningkat signifikan.
Tahun 2018 GCI Indonesia naik 29 peringkat ke posisi 41 dari 175 negara di dunia dengan skor 0,776 (skala 0,00-1,00). Di level Asia Pasifik GCI Indonesia menduduki peringkat ke-9 yang sebelumnya berada di peringkat 16.
Sebagai perbandingan, GCI Indonesia di Asia Pasifik tertinggal dari Singapura di peringkat teratas dengan skor 0,898. Kemudian diikuti Malaysia (0,893) dan Australia (0,890).
Ketiga negara tersebut telah memiliki regulasi yang mengatur ruang cyber sebagai wadah ekonomi digital. Ada lima parameter dalam melakukan penilaian yakni legal, technical, organizational, capacity building dan cooperation.