Otoritas Thailand Awasi Penyedia Wi-fi Publik

Ilustrasi | Foto: Freepik

Bangkok, Cyberthreat.id- Menteri Ekonomi dan Masyarakat Digital Thailand, Buddhipongse Punnakanta, mengatakan para penyedia WiFi publik, seperti pemilik kedai kopi (Coffe Shop) untuk menyerahkan sejarah penjelajahan WiFi pelanggan mereka, sebagai bagian dari kampanye kementerian terhadap berita palsu.

Data- data tersebut akan digunakan oleh pusat berita anti-palsu untuk memantau dan menyelidiki orang-orang yang berbagi informasi yang tidak pantas secara online.

Dikutip dari Bangkokpost, Kamis, (10 Oktober 2019), pernyataan  Buddhipongse Punnakanta tersebut disampaikan pada Selasa (8 Oktober 2019). Landasan hukum yang dipakai untuk kewajiban tersebut adalah, berdasarkan bagian 26 UU Kejahatan Komputer.

Menanggapi hal tersebut, Arthit Suriyawongkul, Koordinator Netizen Thailand, mengatakan kelompoknya  akan mengerahkan dukungan untuk amandemen hukum.

Dia mengatakan persyaratan penyimpanan data berdasarkan Bagian 26 UU Kejahatan Komputer sedang ditargetkan untuk direvisi sebagai salah satu dari beberapa elemen yang menghambat hak-hak sipil.

Para kritikus juga mengatakan, langkah itu lebih merupakan bukti bahwa undang-undang disalahgunakan oleh agen keamanan untuk menargetkan perbedaan pendapat politik dan menghambat hak-hak sipil, bukan kejahatan komputer.

"Undang-undang ini dirancang untuk menangkap orang jahat, tetapi tidak akan bisa melakukan itu karena penjahat tahu cara mendapatkan data pribadi orang lain dan menggunakannya untuk mengakses internet dan melakukan hal-hal buruk," kata Arthit.

"Apakah pemerintah benar-benar berpikir mereka dapat menangkap orang jahat dengan ini? Atau itu hanya cara untuk mengancam orang-orang dengan pengetahuan bahwa mereka sedang diawasi?" tambah  Arthit.

Sutawan Chanprasert, Koordinator Peneliti Internet Digital Reach, menambahkan, kepatuhan terhadap persyaratan penyimpanan data disertai dengan biaya, dan langkah tersebut membebani operator bisnis yang mungkin tidak tahu cara menyimpan data dengan aman.

"Perintah (untuk menyimpan file-file log) luas dan tujuannya belum dijelaskan, kecuali bahwa datanya untuk pemantauan. Tindakan itu didasarkan pada masalah keamanan dan tidak memperhatikan hak privasi," katanya.

Wakil Perdana Menteri Prawit Wongsuwon menuturkan, persyaratan penyimpanan data bukanlah pelanggaran privasi.  Dan apa yang diminta pihak berwenang adalah kerja sama publik.