Kepala BSSN: Kami Butuh Perguruan Tinggi untuk SDM Siber
Cyberthreat.id - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian menyebutkan peran Perguruan Tinggi dan institusi pendidikan sangat krusial dalam pembangunan kualitas dan kuantitas sumber daya siber.
"Secara umum ada tiga peran perguruan tinggi," kata Hinsa Siburian saat memberikan kuliah umum “Peran Perguruan Tinggi dalam Cyber Security di Era Revolusi Industri 4.0” di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, Senin (7 Oktober 2019).
Peran pertama adalah perguruan tinggi sebagai pusat penguatan sumber daya manusia khususnya di bidang keamanan siber. Peran kedua sebagai sarana penguatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keamanan siber.
Peran ketiga adalah memberikan sumbangsih kepada masyarakat melalui literasi dan edukasi digital untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya keamanan siber.
"Khususnya cybersecurity awareness dan situatuational awareness," ujar Hinsa.
Dalam kesempatan itu Hinsa
mengingatkan, dibalik segala kemudahan yang ada, kemajuan teknologi menyimpan risiko dan ancaman. Teknologi, kata dia, digunakan berbagai negara untuk memenangkan persaingan global.
"Di titik itulah perang sebagai bentuk puncak persaingan antar negara turut berevolusi," ujarnya.
Peperangan kini tidak hanya terkait dengan kontak fisik dengan senjata konvensional. Peperangan kini telah berkembang menjadi perang siber atau perang informasi yang berbasis pada pengunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Serangan siber tidak hanya menyasar infrastruktur kritikal seperti sistem transportasi, sistem keuangan, sistem air dan listrik, sistem ekonomi dan sebagainya. Namun juga menyasar objek yang lebih krusial yakni manusia itu sendiri dengan akibat yang lebih fatal.
Tidak seperti perang konvensional yang menghancurkan infrastruktur fisik, maka perang siber termasuk memiliki daya tembus dan daya rusak yang lebih merusak karena menyasar pola pikir (otak) sehingga motivasi dan perilakunya berubah.
"Sila Ketiga kita “Persatuan Indonesia”
dirong-rong dan dibombardir dengan peluru siber dalam bentuk informasi hoaks, konten provokatif serta opini penyesatan yang dirancang memicu radikalisasi dan konflik sosial yang berujung pada kerusuhan serta disintegrasi bangsa," kata Hinsa mengingatkan.
Berkaca pada berbagai kasus seperti kerusuhan, terorisme dan gerakan
separatisme seperti yang baru saja terjadi di Wamena misalnya. Hinsa mengatakan serangan siber yang menyasar aspek non fisik tersebut sudah tidak bisa lagi dipandang sebelah mata, karena berujung pada kerugian harta benda, gelombang pengungsi dan jatuhnya puluhan korban jiwa seperti halnya pada perang konvensional.
"Padahal peluru yang ditembakkan hanya berupa informasi penyesatan atau hoaks yang diikuti dengan konten provokasi terkait isu rasialisme yang sebenarnya tidak pernah benar-benar ada."