Lima Poin Penolakan Mastel Atas Revisi PP 82/2012

Ilustrasi data center

Cyberthreat.id - Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) menolak rencana perubahan PP 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PSTE). Mastel menyebut rencana itu mengarah kepada terkikisnya kedaulatan siber, mengancam kepentingan nasional dan batas negara di ranah siber.

Ada lima poin mendasar yang menjadi dasar penolakan Mastel yang yang terdiri dari 28 asosiasi perusahaan bidang TIK (Teknologi Informasi dan komunikasi); 100 lebih perusahaan TIK; 600 lebih profesional TIK hingga akademisi, masyarakat pengguna dan pemerhati penyelenggaraan Telematika Indonesia.

Berikut lima poin penolakan tersebut:

1. Dasar pertimbangan yang disampaikan Kementerian Kominfo menyatakan bahwa PP 82 tahun 2012 tidak dapat dijalankan. Faktanya Peraturan OJK dan Peraturan BI terkait dengan penempatan data center sudah berjalan baik dengan mengacu pada PP tersebut.

Merespon fakta di atas, Kementerian Kominfo dengan mudahnya membuat pengecualian bagi sektor penyelenggaraan jasa keuangan. Sehingga bertentangan dengan semangat UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Kementerian Kominfo berargumentasi bahwa Peraturan OJK dan Peraturan BI memiliki ranah sendiri sehingga tidak perlu mengacu kepada PP perubahan dari PP 82 tahun 2012.

"Menurut hemat kami, hal ini merupakan proses menimbang dan proses pembentukan perundang-undangan yang tergesa-gesa, tidak lazim, dan tanpa analisa yang mendalam."

2. Andaipun PP 82 tahun 2012 perlu diubah, maka satu hal penting yang wajib diperhatikan adalah tentang pilihan Indonesia atas dua kebijakan Luar Negeri yang strategis, yaitu: borderless vs cross-border; atau Data Free-Flow hampir tanpa syarat vs Cross-border Data Flow dengan kemitraan global yang mutual respect dan mutual benefit.

Dari draft perubahan PP 82 tahun 2012 yang ada, Kementerian Kominfo secara sepihak memilih borderless dan Data-free-flow bersyarat minimal.

Dimana hanya aspek penegakan hukum saja dengan menyertakan kalimat yang tidak pasti bentuk kewajiban hukumnya. Seharusnya seluruh aspek Ipoleksosbud Hankamnas diperhatikan dengan kajian yang memadai sebagai dasar pembentukan sebuah
perundang-undangan yang dapat mengawal kepentingan nasional Indonesia

3. Substansi perubahan yang dibuat oleh Kementerian Kominfo bertentangan dengan visi Indonesia 4.0 yang telah dicanangkan oleh Presiden RI. Sebagaimana dipahami, bahwa era Indonesia 4.0 adalah era Data Analytic, era Data Mining, dan era Artificial Intelligence (AI) yang mutlak memerlukan kumpulan data-data (Big Data) dari data-data transaksi dan pergerakan/kegiatan online yang terjadi setiap detik, setiap hari, dan bertahun-tahun.

Tanpa memiliki data-data tersebut, Indonesia tidak mungkin dapat berperan aktif untuk memperoleh beragam manfaat dari hadirnya Industri 4.0.

4. Kami telah menyimak dengan cermat substansi perubahan pada semua versi draft perubahan PP yang telah dibuat oleh Kemkominfo, dan kamipun telah beberapa kali mendengarkan penjelasan dari Direktorat Jenderal Aptika tentang pasal-pasal yang akan diganti, ditambah, ataupun
dihapus.

"Kami mendapati bahwa semangat dan motivasi perubahan PP kurang memadai."

Substansi perubahan PP dari draft dimaksud belum memperhatikan perubahan besar di semua aspek kehidupan bernegara akibat dari globalisasi online atau online-nisasi global.

5. Kementerian Kominfo kurang memperhatikan aspirasi pengusaha nasional sedangkan aspirasi/kepentingan pengusaha global/asing diakomodasi penuh. Padahal online-nisasi global ini sangat bersinggungan dengan kedaulatan dan keamanan siber Indonesia, dan menjadi ancaman
yang serius bagi keberlangsungan usaha dan lapangan kerja nasional.