Indonesia-Vietnam Pimpin Pertumbuhan Ekonomi Digital Asean
Cyberthreat.id - Laporan E-Conomy South East Asia (SEA) 2019 menyatakan Indonesia dan Vietnam memiliki pertumbuhan luar biasa di bidang internet ekonomi. Laporan utama SEA e-conomy tahun ini menyatakan putaran uang di sektor ekonomi digital/internet Asia Tenggara menembus 100 miliar USD atau sekitar Rp 1.416 triliun.
Dari jumlah itu, lebih dari sepertiga memutar uang di Indonesia yang mencapai Rp 560 triliun (40 miliar USD). Pertumbuhan Indonesia memang luar biasa mengingat tahun 2015 ekonomi digital di Indonesia baru bernilai sekitar 8 miliar USD.
"Dua negara penentu kecepatan pertumbuhan ekonomi digital di wilayah tersebut adalah Indonesia dan Vietnam, yang memimpin pertumbuhan tingkat lebih dari 40 persen per tahun," demikian laporan SEA e-conomy 2019 yang diterima Cyberthreat.id, Senin (7 Oktober 2019).
Negara lain di Asia Tenggara sebenarnya juga mengalami pertumbuhan serupa, tapi nilainya tak sebesar Indonesia dan Vietnam. Ekonomi internet di Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina tumbuh antara 20-30 persen per tahun.
"Tanpa ada tanda-tanda melambat atau menurun," tulis laporan tersebut.
Satu dekade terakhir internet seluler telah mengubah Asia Tenggara. Satu dekade yang lalu, 4 dari 5 orang Asia Tenggara tidak memiliki konektivitas internet dan akses terbatas ke internet.
Kini, mereka adalah orang yang paling banyak pengguna Internet seluler yang terlibat di dunia. Ada 360 juta pengguna Internet di wilayah ini dan 90 persen terhubung ke Internet melalui ponsel.
Tahun 2025 ekonomi Internet di Asia Tenggara dipredikai tumbuh mencapai 300 miliar USD (Rp 4.253 triliun). Di tahun yang sama pertumbuhan ekonomi digital Indonesia melonjak tiga kali lipat mencapai 130 miliar USD (Rp 1.967 triliun).
Sejauh ini pemerataan ekonomi digital jadi persoalan dan belum menyebar merata di seluruh Asia Tenggara. Rata-rata orang yang tinggal di ini Wilayah metropolitan membeli online atau melakukan transaksi elektronik enam kali lebih banyak daripada yang tinggal di tempat lain.
Cybersecurity dan Regulasi Keamanan
Dengan booming-nya ekonomi digital, Pemerintah dan perusahaan perlu meningkatkan keamanan siber (cybersecurity) di tengah meningkatnya ancaman terhadap data dan informasi berharga online. Belum lagi koneksi 5G yang bakal marak satu dekade ke depan.
Dalam hal ini, Indonesia maupun Vietnam selayaknya memiliki seperangkat aturan dan regulasi yang melindungi ruang cyber (cyberspace), atau tempat dimana semua kegiatan/aktivitas ekonomi digital terjadi.
Vietnam telah memiliki undang-undang Cybersecurity yang disahkan Juni 2018. UU tersebut punya aturan ketat dan tegas terhadap platform raksasa yang mencari keuntungan di Vietnam. Termasuk salah satunya kewajiban untuk menempatkan data center di sana.
Baru-baru ini Reuters menurunkan laporan tentang Mastercard dan Visa yang keuntungannya akan berkurang karena UU Cybersecurity di Vietnam bertindak.
"Mastercard menentang undang-undang keamanan siber di Vietnam... Diantaranya adalah persyaratan lokalisasi (data center) di Vietnam yang dapat membuat perusahaan kehilangan puluhan juta USD," tulis Reuters.
Indonesia sampai kini belum memiliki regulasi cybersecurity. Sebelumnya DPR telah mengajukan Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber yang ditolak oleh sejumlah pihak dan jaringan LSM.
Pakar cyber, Gildas Deograt, mengatakan regulasi cyber terpenting bicara sistem dan infrastruktur. Selama ini, kata dia, Indonesia punya beberapa seri regulasi cyber, tapi tidak fokus. Sebagai contoh, UU ITE lebih banyak bicara tentang konten sementara UU Perlindungan Data Pribadi lebih masuk ke UU Administrasi Kependudukan (Adminduk).
"Saya pikir kita bicara di sistem dan infrastruktur karena memang di situ salah satunya ekonomi digital tadi. Dan memang faktanya cyber kira benar-benar telanjang tanpa perlindungan," kata Gildas kepada Cyberthreat.id beberapa waktu lalu.