Riset Oxford: Facebook Juara Manipulasi di Media Sosial

Facebook | Ilustrasi: Faisal Hafis

Cyberthreat.id - Riset University of Oxford bertajuk "The Global Disinformation Order 2019: Global Inventory of Organised Social Media Manipulation" menyatakan raksasa Facebook paling juara dalam melakukan manipulasi media sosial di seluruh dunia.

Riset menyatakan Facebook sebagai rumah paling nyaman bagi pasukan cyber alias Buzzer untuk beraktivitas dan menjalankan berbagai pekerjaan terutama menggiring isu dan menciptakan disinformasi.

Salah satu alasan kenapa Facebook menjadi sangat kokoh adalah pasar mereka begitu besar dan mengakar kuat. Terdapat puluhan juta akun pengguna di 54 negara dari 70 negara yang dilakukan peneliti.

Pengguna Facebook mulai dari anak sekolah, ibu rumah tangga, profesional di berbagai bidang, aparat sipil hingga pejabat negara.

"Platform (Facebook) ini digunakan sebagai alat komunikasi keluarga dan berteman, sumber berita politik dan informasi hingga kemampuannya untuk membentuk grup dan pages membahas berbagai isu," demikian laporan riset tersebut.

Facebook juga menaungi dua platform raksasa lainnya yakni Instagram dan WhatsApp. Indonesia termasuk salah satu pengguna terbesar Facebook di dunia. Artinya, jutaan informasi dan pesan beredar di platform milik Mark Zuckerberg yang setiap harinya bisa menghasilkan miliaran klik.

Sebagai gambaran, survei Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) tahun 2018 menyatakan 50,7 persen pengakses media sosial di Indonesia adalah pengguna Facebook. Sebanyak 17,8 persen pengakses media sosial merupakan pengguna Instagram

"Kami juga telah mengumpulkan bukti pasukan cyber menjalankan kampanye di WhatsApp," tulis laporan tersebut.

"Kami pikir platform (Facebook) ini akan semakin penting dalam beberapa tahun mendatang karena semakin banyak orang menggunakan teknologi jejaring sosial ini untuk komunikasi politik."

Pada halaman konklusi riset itu disebutkan bahwa media sosial yang pernah digembar-gemborkan sebagai kekuatan dalam kebebasan dan demokrasi, ternyata selalu berada di bawah pengawasan karena perannya yang kerap menimbulkan disinformasi, ujaran kebencian, menghasut kekerasan hingga penurunan tingkat kepercayaan pada media massa dan institusi.