Anggota Pansus: Melindungi Infrastruktur Siber, Inti RUU KKS

Diskusi bertajuk Nasionalisme di Balik RUU KKS yang berlangsung di Pressroom DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24 September 2019) | Foto: Arif Rahman

Jakarta, Cyberthreat.id - Anggota Pansus RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS), Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan inti dari RUU yang mengatur ruang siber adalah menjaga keamanan siber di lembaga/institusi negara.

Saat ini, kata dia, Pemerintah sedang dalam tahap transisi dan transformasi digital di berbagai bidang. Bahwa digitalisasi adalah keniscayaan sehingga tata kelola pemerintahan harus seiring revolusi industri 4.0.

"Nah, infrastruktur siber itu apa? Ya, e-government, e-learning serta layanan digital lainnya yang kini sejalan dengan literasi digital di Pemerintahan, mulai dari pusat sampai Pemda di kabupaten/kota," kata Bobby dalam diskusi  bertajuk Nasionalisme di Balik RUU KKS di Pressroom DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24 September 2019).

Bobby mengatakan faktor keamanan siber diperhitungkan sambil berjalannya transisi. Sehingga yang paling penting dalam masa ini adalah menyediakan infrastruktur siber terkait keamanan dan ketahanan yang harus sinkron dengan lembaga dan Kementerian lainnya.

"Itulah maksudnya UU ini memberikan payung hukum untuk penganggaran ke BSSN agar memastikan cybersecurity sudah termonitor di lembaga/instansi negara. Artinya, UU ini adalah infrastruktur (siber) yang harus keluar duit untuk membangunnya," ujar Bobby.

Aspek lain yang juga penting dalam RUU KKS adalah masalah kelembagaan. Pertanyaan yang paling mendasar, apakah ada satu lembaga yang menaungi atau yang menjadi leading sector. 

"Atau undang-undang ini bukan menjadikan BSSN menjadi leading sector, tetapi klasterisasi. Misalkan masalah siber di kriminal. Apakah itu di Polisi atau tetap dikonsolidasikan," ujarnya.

Ketua umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Andi Budimansyah, mengatakan komunitas Internet sangat mengharapkan RUU KKS disahkan menjadi undang-undang. Ia menilai, selain perlindungan terhadap sistem Pemerintahan, RUU KKS harus diiringi perlindungan terhadap masyarakat sebagai pengguna internet paling besar.

"Perlu masukan-masukan publik dan revisi-revisi yang menjadi perhatian kami. Jadi, UU ini sangat dibutuhkan sebagai bentuk kehadiran negara, melindungi masyarakat di dunia cyber," ujarnya.

Dosen Universitas Bhayangkara, Awaludin Marwan, mencontohkan lemahnya keamanan pada sistem elektronik Pemerintah. Ia menyebut serangan siber berupa deface yang terjadi baru-baru ini terhadap Kemendagri sebagai sinyal.

"Saya bisa bayangkan kalau misalnya situs Kemendagri di hack oleh hacker Rusia atau hacker-hacker hebat dari negara lain. Itu kita belum punya pertahanan sama sekali," ujarnya.