Masyarakat Indonesia Semakin Cerdas Melawan Hoaks

Ilustrasi : Faisal Hafis

Jakarta, Cyberthreat.id - Analis intelejen dan keamanan Universitas Indonesia (UI) Stanislaus Riyanta berharap pemerintah tidak menghentikan kontra narasi melawan hoaks yang digunakan untuk bikin rusuh dan konflik di Papua.

Ia menanggapi rilis Kementerian Komunikasi dan Informasi yang menyatakan telah membuka 100 persen layanan internet di Papua pada Rabu (11 September 2019) pukul 15.00 WIB.

"Pembukaan akses internet ini artinya situasi sudah aman dan kondusif, tetapi langkah ini harus tetap diimbangi dengan penyebaran informasi resmi dari pemerintah dan pembukaan akses bagi para jurnalis," kata Stanislaus kepada Cyberthreat.id, Kamis (12 September 2019).

Pengendalian situasi ini tentu sudah menghitung dengan cermat kemampuan Indonesia untuk melakukan kontra atas narasi-narasi propaganda yang menggunakan konten hoaks tanpa henti.

Menurut Stanislaus, informasi yang semakin terbuka dan semakin kondusifnya kondisi di lapangan sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan jika masyarakat semakin cerdas.

"Karena masyarakat seharusnya kini sudah bisa memilah mana berita fakta dan mana hoaks," ujarnya.

Sebelumnya Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian telah memperingatkan bahwa serangan siber itu memiliki dua sifat yakni menyerang infrastruktur fisik dan menyerang pikiran manusia.

Salah satu serangan terhadap pikiran manusia adalah hoaks yang dikirim dalam bentuk ratusan ribu hingga jutaan pesan melalui saluran komunikasi terutama media sosial yang berniat menimbulkan konflik, prasangka, amarah hingga peperangan. Pelakunya bisa perorangan, organisasi hingga level negara.

"Yang penting adalah masyarakat kita menyadari bahwa yang diserang itu kan pikiran. Sebenarnya itu sangat kembali kepada masyarakat kita supaya lebih cerdas dalam hal menanggapi sesuatu yang belum tentu kebenarannya," kata Hinsa di Jakarta, Rabu (11 September 2019).

Hoaks Papua dan Hoaks Pak Habibie

Ketua DPD Repdem Papua Barat, Dominggus Yable, saat berbincang dengan Cyberthreat.id di Gedung DPR RI, Rabu (11 September 2019) mengatakan memang ada upaya menimbulkan hoaks kemudian sengaja memviralkan pesan hoaks itu melalui Facebook, Instagram lalu disebarkan ke masyarakat Papua.

Ia mencontohkan hoaks asrama Papua di Surabaya yang dikirim seekor ular phyton. Foto seekor ular kemudian diviralkan di Jayapura lewat Facebook dan WhatsApp. Pesan ini beredar seiring diangkatnya blokir internet di Papua.

Padahal Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera telah berkali-kali membantah kabar ular phyton itu hoaks.

"Saya konfirmasi sendiri ke mahasiswa Papua di Surabaya bahwa teror ular phyton itu hoaks. Itu tidak ada. Nah, ketika mendengar akses internet di Papua dibuka, maka hoaks itu kembali disebar oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab di Jayapura," kata Yable.

Hoaks tentang wafatnya Presiden ketiga RI BJ Habibie juga sempat mengemuka pada Selasa (10 September 2019). Keluarga sempat memberikan bantahan tapi BJ Habibie wafat pada Rabu (11 September 2019) di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta pukul 18.05 WIB.

"Kita tentu berharap hoaks tentang Papua, hoaks tentang Pak Habibie ini mencerdaskan masyarakat. Walaupun Pak Habibie wafat, tapi hoaks yang sebelumnya beredar pasti telah menyakiti keluarga dan tentu saja menyakiti kita sebagai bangsa Indonesia," ujarnya.