Perhatikan Risiko Pinjaman Online, Ini Saran Bank Indonesia

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Samarinda, Cyberthreat.id – Otoritas Jasa Keuangan menyatakan, masyarakat harus lebih memahami risiko-risiko dari penggunaan layanan pinjaman daring (fintech lending) di samping manfaatnya.

"Terlebih dengan banyaknya pinjaman daring ilegal yang meresahkan masyarakat dan mengganggu industri," kata Kepala Kantor OJK Kalimantan Timur Dwi Ariyanto seperti dikutip dari situs web OJK yang diakses Minggu (8 September 2019).

Saat ini, terdapat 127 perusahaan pinjaman daring yang telah terdaftar/berizin di OJK yang terdiri dari 119 penyelenggara bisnis konvensional dan 8 penyelenggara bisnis syariah.

Hingga Juli 2019, akumulasi jumlah pinjaman daring sebesar Rp 49,79 triliun dengan jumlah saldo yang belum ditarik (outstanding) sebesar Rp 8,73 triliun. Sementara itu rekening pemberi pinjaman sebanyak 518.640 entitas dan penerima pinjaman 11.415.849 entitas.

Kalimantan Timur memiliki akumulasi jumlah pinjaman, pemberi pinjaman, dan penerima pinjaman tertinggi dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Kalimantan. Akumulasi jumlah pinjaman daring di Kaltim mencapai Rp 494,66 miliar yang ditransaksikan oleh 4.435 entitas pemberi pinjaman dan 122.552 entitas penerima pinjaman.

Fintech lending tertinggi

Terpisah, Kepala Bidang Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern Bank Indonesia, Ameriza M. Moesa, mengatakan, pertumbuhan fintech di Indonesia sangat signifikan.

Jumlah fintech yang meningkat yaitu kategori fintech peer-to-peer lending (P2P) sebesar 40 persen disusul dengan payment sebesar 36 persen. Sisanya seperti market provisioning, wealth management, data & AI, crowdfunding, dan asuransi.

Berkaitan pertumbuhan fintech yang masif itu, ia juga mengingatkan adanya fintech-fintech ilegal. Ia pun memberikan saran sebelum meminjam di fintech P2P.

Pertama, pastikan platform terdaftar dan berizin di  Otoritas jasa keuangan (OJK) dan Asosiasi Fintech Pendaan bersama Indonesia (AFPI). Hal tersebut akan sangat membantu jika konsumen mengalami masalah dengan fintech tempat ia meminjam uang.

Kedua, bunga pinjaman tidak lebih dari 0,8 persen per hari. Hal tersebut sesuai dengan kesepakatan antara OJK dan AFPI, di mana fintech memiliki batas atas bunga pinjaman maksimal 24 persen dalam waktu sebulan.

"Jika melebihi itu, jangan pernah meminjam di fintech yang memiliki bunga lebih dari itu," kata Ameriza.

Ketiga, transparansi. Artinya ada rincian biaya yang dikenakan atas pinjaman secara jelas dan transparan sehingga dalam peminjaman tidak ada pihak yang dirugikan.

Keempat, selalu cari informasi mengenai aplikasi fintech yang ingin digunakan. Jangan lupa untuk membaca kebijakan privasi secara lengkap sebelum menggunakan layanan.

"Pastikan yang diakses hanya kamera, microphone, dan location agar tidak terjadi eksploitasi data oleh pihak fintech," kata Ameriza.

Pengawasan fintech

Sementara itu, Wakil Ketua OJK Nurhaida mengatakan, institusinya saat ini mulai menerapkan Supervisory Technology (SupTech) untuk mengembangkan dan mengawasi ekosistem layanan fintech yang masuk dalam ranah Inovasi Keuangan Digital (IKD).

Penerapan SupTech di IKD ditandai dengan peresmian laman mini di portal OJK yang diberi nama Gerbang Elektronik Sistem Informasi Keuangan Digital (GESIT) sebagai media interaksi antara OJK, penyelenggara IKD dan masyarakat.

"GESIT merupakan bentuk awal dari pengembangan SupTech untuk IKD. SupTech nantinya menjadi alat pemantauan terhadap penyelenggara yang telah terdaftar di OJK dengan mempergunakan teknologi," kata dia.

Pada 20 Agustus 2018, OJK telah mendirikan Innovation Center atau Fintech Center yang disebut dengan OJK INFINITY. Melalui ini, OJK secara aktif membangun ekosistem fintech yang dapat menjadi bagian dari sistem keuangan Indonesia, dengan menghadirkan layanan jasa keuangan berbasis teknologi informasi yang inovatif, efektif, dan efisien.

OJK INFINITY menjadi forum bagi para pelaku industri fintech di Indonesia maupun mancanegara melalui diskusi serta kolaborasi antara regulator dan innovator dalam rangka pengembangan IKD.

Berdasarkan data statistik per 31 Juli 2019, OJK INFINITY telah melayani 397 konsultasi dan menerima lebih dari 800 pengunjung yang terdiri dari pelaku IKD, pelaku jasa keuangan, pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya.

Hingga awal September 2019 terdapat total 48 penyelenggara IKD yang telah memperoleh status tercatat di bawah POJK 13/2018. Mereka terbagi dalam 15 klaster yaitu aggregator, credit scoring, claim service handling, digital DIRE, financial planner, financing agent, funding agent, dan online distress solution.

Lalu, klaster online gold depository, project financing, social network and robo advisor, block-chain based, verification non-CDD, tax and accounting, dan e-KYC.

Dari 48 penyelenggara itu, 34 di antaranya ditetapkan sebagai contoh model untuk diuji coba dalam Regulatory Sandbox.