Digital Payment Masih Terpusat di Jawa, Ini Alasannya
Jakarta, Cyberthreat.id - Bank Indonesia menyatakan saat ini penetrasi pembayaran digital (digital payment) di Indonesia belum merata di seluruh wilayah. Penggunaannya masih terpusat di Jawa dan sejumlah kota di Sumatra.
Demikian disampaikan oleh Kepala Bidang Sistem Pembayaran dan Manajemen Intern Bank Indonesia Ameriza M. Moesa saat ditemui Cyberthreat.id di Jakarta, Jumat (6 September 2019).
“Dalam struktur peta digital payment, sebagian besar adanya di Jawa. Dan, itu banyak faktor yang mempengaruhi, mulai kebiasaan yang menggunakan uang cash, infrastruktur, kemudian ketersediaan listrik,” ujar dia.
Menurut dia, ada beberapa tantangan yang berkaitan dengan penetrasi digital payment. Pertama, kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan. Tantangan yang dihadapi yaitu distribusi infrastruktur pembayaran dan telekomunikasi. Terlebih digital payment hanya bisa diakses di daerah yang memiliki akses internet.
Selain itu di Indonesia, kata dia, juga sering terjadi bencana alam dan hal itu cukup mengganggu infrastruktur internet, "Sehingga sangat sulit bagi masyarakat menggunakan digital payment," kata Ameriza.
“Hal itu juga terjadi di Jepang, banyak masyarakat Jepang yang lebih suka memiliki uang tunai ketimbang menggunakan digital payment, salah satunya adalah di Jepang sangat sering terjadi bencana alam yang membuat rusaknya infrastruktur,” ia menambahkan.
Kedua, kebiasaan masyarakat yang lebih suka memegang cash dan rendahnya literasi keuangan. “Banyak juga dari mereka yang merasa tidak aman jika menggunakan digital payment," kata dia. Padahal, BI selalu menekankan bahwa teknologi keuangan tetap mengutamakan keamanan. Saat ini pengguna digital payment paling banyak adalah generasi milenial yang berasal dari kota-kota besar.
Ketiga, perluasan informasi dan teknologi yang cepat. Penetrasi internet bagi penduduk Indonesia memang sudah tinggi, sayangnya tidak semua bisa memahami dan mengikuti perkembangan teknologi yang ada. "Sehingga perlu ada literasi mengenai manfaat penggunaan teknologi dalam sistem pembayaran," tutur dia.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pihak BI sudah menyusun dan akan melakukan literasi ke seluruh daerah melalui 46 kantor cabang BI di daerah. Tak hanya itu, Ameriza mengatakan, ke depan pembayaran digital akan semakin berkembang dengan memanfaatkan biometrik dan pengenalan wajah (face recognition).
“Kami ingin pembayaran semakin cepat. Saat ini kami sedang mengembangkan BI Fast, untuk mempermudah masyarakat,” kata dia.
Untuk saat ini fokus utama BI, kata Ameriza, adalah melakukan literasi mengenai salah satu produk terbaru dari BI, yaitu QRIS yang mulai digunakan oleh masyarakat.
Pada 17 Agustus lalu, Bank Indonesia resmi meluncurkan QR Code Indonesian Standard (QRIS) yang akan diberlakukan secara efektif pada 1 Januari 2020. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya dari BI untuk mempercepat dan memperluas penetrasi digital payment di Indonesia.
Ia berharap penetrasi digital payment bisa menyeluruh seiring infrastruktur teknologi informasi yang sedang giat dibangun pemerintah. Memang diakui, kata dia, mengubah kebiasaan pembayaran tunai dengan digital sulit dilakukan dengan cepat. Namun, "Dinamika perkembangan teknologi yang cepat, kita harus bisa merespons teknologi itu,” kata dia.
Redaktur: Andi Nugroho