Smartfren Berharap, ITU Tetapkan Frekuensi Baru Untuk 5G
Jakarta,Cyberthreat.id- Pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga saat ini belum memutuskan, dan menetapkan slot frekuensi yang pasti untuk mengimplementasikan teknologi 5G.
Pasalnya, sejumlah slot frekuensi yang telah ditetapkan oleh lembaga International Telecommunication Union (ITU), yang merupakan organisasi internasional yang berfungsi untuk meregulasi jaringan telekomunikasi global, masih digunakan untuk kebutuhan lain di Indonesia.
Sehingga, operator telekomunikasi di Indonesia, belum bisa melakukan komersialisasi teknologi 5G. Sejauh ini, sejumlah operator di Tanah Air, masih sebatas melakukan uji coba 5G.
Salah satu operator telekomunikasi di Tanah Air, Smartfren, pun berharap pada ajang World Radio Communication (WRC) ITU pada Oktober 2019 mendatang, bisa menemukan serta menentukan slot frekuensi yang baru untuk penggelaran teknologi 5G.
“ITU membicarakan frekuensi yang dipakai di seluruh dunia. Itu untuk frekuensi yang belum ditetapkan. Kalau udah ditetapkan, yah udah enggak usah bahas di situ. Kita harapkan ada frekuensi yang lain untuk 5G. Karena, Indonesia tidak ada yang kosong (slot frekuensi),” kata Merza Fachys, Direktur Utama Smartfren di Jakarta, Jumat, (6 September 2019).
Menurut Merza, lembaga standarisasi ITU hanya merekomendasikan standarisasi untuk frekuensi secara internasional. Apa yang telah ditetapkan dalam ITU, otomatis dipatuhi oleh setiap negara.
Meski demikian, ITU tidak mencampuri urusan dan regulasi penetapan frekuensi 5G di Indonesia. Karena hal itu, merupakan kewenangan masing-masing negara.
“Kapan Indonesia menetapkan untuk negaranya sendiri? ITU enggak ikut ngurus. Itu urusan dalam negeri masing-masing. Indonesia tinggal menetapkan apa yang sudah ditetapkan ITU. ITU misalkan menetapkan, bahwa 700 Mhz, di 2,5 GHZ bisa dipakai 5G, kalau Indonesia mau menetapkan itu berlaku di Indonesia, terserah Indonesia,” ungkap Merza.
Merza melanjutkan, adapun ciri dari penggunaan teknologi 5G, harus bersifat masif, high speed, low latency, dan sustainable, serta harus menggunakan tipe frekuensi yang memiliki kombinasi low, medium, dan high.
“High artinya 20 ke atas, medium 5-11, yang low yang dibawah 3. Ini tergantung operatornya, investasinya seperti apa. Kalau frekuensi, begitu izin keluar, keluar kita. Ngapain nunggu lama-lama,” jelas Merza.