Tiga Tantangan Utama Bisnis Fintech di Indonesia
Jakarta, Cyberthreat.id – Di dunia industri keuangan, adopsi teknologi mulai terlihat masif. Teknologi telah menciptakan cara baru masyarakat mendapatkan akses layanan keuangan.
Efek dari itu adalah terwujudnya aspek keuangan inklusif atau layanan keuangan yang bisa dirasakan seluruh masyarakat secara terbuka.
Aplikasi keuangan digital kini telah menjamur. Data Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan data pelaku teknologi finansial (fintech) per 13 Agustus 2019 berjumlah 127 perusahaan. Sementara, penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) sebanyak 48 lembaga per Juli 2019. Sementara, untuk penyedia uang elektronik atau dompet digital yang di bawah tata kelola Bank Indonesia saat ini mencapai 37 entitas.
Banyak jenis fintech yang ada di lapangan, antara lain kategori crowfunding dan peer-to-peer lending (P2P), market agregator, manajemen risiko dan investasi, serta payment, clearing, dan settlement.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah dan pelaku fintech di Indonesia.
Pertama, antisipasi fenomena “winner takes all” alias pemain industri yang unggul akan mengambil semua peluang yang ada di pasar, sedangkan sisanya yang tidak mampu bersaing, justru akan gugur. Fenomena ini pernah terjadi pada industri dagang elektronik (e-commerce).
Kedua, mitigasi adanya kemungkinan risiko terhadap penyalahgunaan data pribadi para pengguna layanan fintech. Untuk itu, kata dia, regulator harus menyiapkan langkah pencegahan dan recovery terkait dengan penyalahgunaan data pribadi dari penggguna layanan tersebut.
Dan, ketiga adalah kemungkinan penggunaan layanan fintech untuk pencucian uang. Untuk itu, ia menyarankan agar fintech mengenali siapa calon nasabahnya, ke mana dana akan disalurkan dan digunakan untuk apa, sebelum melakukan transaksi.
“Meskipun ada beberapa tantangan, tapi tetap hal tersebut tidak boleh sampai menutup ruang inovasi,” kata dia di acara Indonesia Fintech Forum (IFF) 2019 di Jakarta, Rabu (4 September 2019).
Saat ini, kata Darmin, dari sejumlah kategori fintech yang ada di masyarakat, perkembangan pesat terjadi pada kategori pembayaran (kategori payment, clearing, dan settlement) dan P2P (pendanaan).
Tahun ini, untuk kategori pendanaan, total pinjaman yang sudah disalurkan sebesar Rp 33,2 triliun per Mei 2019, sedangkan kategori pembayaran pada 2018 telah mencapai Rp 47,1 triliun.
Sementara data terbaru dari OJK terkait jumlah pendanaan fintech mengalami pertambahan hingga Juli 2019. Jumlah agregat pinjaman telah mencapai Rp 49,79 triliun.
Berkaitan dengan hal tersebut, Darmin mengharapkan adanya kolaborasi atau sinergi antarregulator, perbankan dan lembaga keuangan, serta industri fintech.
Saat ini pemerintah juga sedang fokus untuk mengembangkan inovasi digital dngan memanfaatkan big data dan kecerdasan buatan (AI).
“Agar fintech di Indonesia dapat melaju perkembangan inovasi-inovasinya, maka diperlukan ekosistem yang baik lembaga keuangan dan regulator,” kata dia.
Salah satu infrastruktur pendukung fintech yang telah disediakan pemerintah adalah gerbang pembayaran nasional dan standardisasi QR Code Nasional.
“Untuk mengoptimalkan inovasi layanan keuangan berbasis teknologi, ada beberapa isu utama yang perlu diselesaikan, yaitu regulasi yang kuat, manajemen risiko, model regulatory sandbox, ekosistem digital, dan kerja sama semua stakeholder yang berkaitan,” kata Darmin.
Redaktur: Andi Nugroho