STATUS MEDIA SOSIAL

Mahasiswa Harvard Asal Palestina Akhirnya Diizinkan Masuk AS

Ismail Ajjawi (tengah) telah tiba di Harvard. | Foto: Akun Twitter Hamzah Raza(@raza_hamzah)

Cyberthreat.id – Masih ingat dengan Ismail Ajjawi, mahasiswa asal Palestina yang ditolak masuk Amerika Serikat, padahal diterima di Universitas Harvard?

Akhirnya, Ismail kini telah diterima dan telah tiba di Harvard.  Sebelumnya, ia dideportasi setelah petugas imigrasi dan perbatasan AS menginterograsi selama berjam-jam di Bandara Internasional Boston.

Laki-laki 17 tahun itu tiba di Harvard, Senin (2 September 2019) atau sehari sebelum masa perkuliahan dimulai pada 3 September.


Berita Terkait:

  • Gara-gara Medsos Teman, Pemuda Palestina Ini Ditolak AS

Petugas kepabeanan dan perbatasan (CBP) kepada BBC, pada Selasa, mengatakan, bahwa Ismail telah mendapatkan visa F1 dan telah menyelesaikan urusan administrasi lainnya. Namun, mereka tidak menjelaskan mengapa Ismail ditolak dan kemudian diterima.

CBP menolak untuk mengomentari secara spesifik kasus Ismail tersebut. Mereka hanya mengatakan bahwa Ismail ditolak masuk berdasarkan informasi yang ditemukan selama inspeksi CBP.

Keluarga Ismail mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka merasa lega akhirnya pemerintah AS menerima Ismail. Mereka berharap anaknya sekarang bisa fokus untuk belajar di perguruan tinggi.

"Sepuluh hari terakhir ini masa yang sulit dan dipenuhi kecemasan, tetapi kami sangat berterima kasih atas ribuan pesan dukungan," kata mereka.

Visa Ismail dibatalkan setelah petugas imigrasi menggeledah telepon dan laptopnya di Bandara Boston pada 23 Agustus lalu. Ia kemudian ditolak dan dideportasi lantaran unggahan status politik yang menentang AS yang ditulis teman-teman media sosialnya. Sementara, dirinya tak pernah membuat status politik dan menyangkal bahwa itu semua tidak berkaitan dengan dirinya.

Pemerintah AS memang mulai ketat menyeleksi pemohon visa. Sejak Juni lalu, Departemen Luar Negeri AS mengumumkan bahwa pemohon visa wajib menyertakan rincian media sosial dan alamat email serta nomor telepon selama lima tahun terakhir.

Pemerintah Presiden AS Donald Trump pertama kali mengusulkan peraturan tersebut pada Maret 2018. Para pejabat saat itu memperkirakan bahwa peraturan baru itu akan memengaruhi 14,7 juta orang setiap tahun. Di sisi lain, pemohon visa diplomatik dan resmi tertentu dibebaskan dari tindakan baru yang ketat.