Analis: Influencer Papua Merdeka Sebar Propaganda di Medsos

Seorang warga melihat kondisi Kantor Bea dan Cukai Papua di Jayapura, Papua, Jumat (30 Agustus 2019). Sejumlah bangunan dan kendaraan terbakar saat aksi unjuk rasa pada Kamis (29 Agustus). ANTARA FOTO/Indrayadi TH.

Jakarta, Cyberthreat.id - Analis intelejen Ridlwan Habib mengatakan terdapat semacam operasi propaganda opini dan disinformasi di media sosial yang dilakukan oleh kelompok pendukung Papua merdeka.

"Foto dan video dari dalam Papua disebarkan oleh influencer OPM di luar negeri menggunakan jaringan VSAT satelit, informasi tandingan dari warga asli Papua terhambat karena paket data internet diblokir," kata Ridlwan dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (30 Agustus 2019).

Pemerintah, kata dia, jangan terpancing dengan aksi menyulut konflik di dunia nyata. Salah satu contohnya adalah aksi pengibaran bendera bintang kejora di depan Istana oleh puluhan aktivis OPM bisa menjadi pancingan agar konflik meluas.

Menurut Ridlwan, langkah yang diambil aparat pemerintah berhati-hati dalam menyikapi pengibaran bendera bintang kejora di depan Istana. Memang hal itu menuai pro kontra, tapi sebagian kalangan menganggap pemerintah takut dan lemah terhadap kelompok Organisasi Papua Merdeka.

Namun, sebagian yang lain menilai langkah itu sudah tepat karena upaya provokasi dilakukan secara berbarengan di dunia Maya dan dunia nyata.

"Situasi Papua yang memanas akan makin berkobar kalau Jakarta ricuh dan konflik. Jadi untuk mencegah itu, polisi sudah tepat," ujarnya.

Ridlwan menjelaskan bahwa makna bintang kejora sangat sakral bagi warga Papua. Penyebutannya pun berbeda-beda di tiap suku di Papua.

"Ada yang menyebutnya Sampari, ada yang menyebutnya Yoniki, ada yang menyebutnya Mak Meser, bintang kejora simbol penunjuk jalan bagi orang Papua," katanya.

Sayangnya, simbol mulia orang Papua itu dikapitalisasi dan dimonopoli oleh organisasi Papua Merdeka sebagai lambang gerakan.

"Akibatnya mayoritas orang Indonesia menganggap bintang kejora hanya sebatas bendera OPM, padahal memang ada legenda luhur Papua soal bintang kejora," katanya.

Menyerang Pikiran Masyarakat

Sebelumnya Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Letjen (Purn) Hinsa Siburian, mengatakan di Symposium CIIP-ID Summit 2019 (28-29 Agustus) di Bali bahwa sasaran serangan siber ke depan terbagi dua yang sifatnya melumpuhkan, merusak yakni sasaran fisik dan non-fisik.

Kalau sasaran fisik jelas merusak segala sesuatu yang bisa dilihat nyata seperti Infrastruktur Informasi Kritis Nasional (IIKN), sedangkan sasaran non-fisik bertujuan merusak pikiran masyarakat.

Kasus di Papua, kata dia, tergolong serangan siber yang ingin mengacaukan situasi, membuat konflik dan menimbulkan prasangka, kemarahan serta kebencian.

"Nah, yang paling aktual saat ini adalah serangan hoaks yang sumbernya perorangan atau kelompok dan mungkin suatu saat nanti kita akan hadapi hoaks di level state/negara. Ini yang diserang pikiran kita, cara pandang kita," ujarnya.