Soal Blokir Internet, Analis: Negara Menjaga Situasi Aman
Jakarta, Cyberthreat.id - Analis keamanan dan intelejen Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta, sepakat blokir internet dilakukan di wilayah Papua dan Papua Barat sampai situasi benar-benar normal.
Hingga Sabtu (24 Agustus 2019) Pemerintah melalui Kementerian Kominfo telah melakukan blokir internet selama empat hari menyusul maraknya hoaks dan disinformasi yang mengakibatkan situasi rusuh dan konflik.
Indonesia, kata dia, harus belajar dari kasus demonstrasi massa dan kerusuhan pada 21 Mei 2019 di Bawaslu RI terkait hasil Pemilu 2019. Bahwa sebaran hoaks dan arus disinformasi memang sangat berbahaya dan berdampak luar biasa terhadap konflik di dunia nyata.
"Menurut saya blokir memang harus dilakukan karena kita harus melihat kepentingan yang lebih besar dan jauh lebih utama yaitu situasi aman dan nyaman," kata Stanislaus kepada Cyberthreat.id, Sabtu (24 Agustus 2019).
Stanislaus menyatakan bahwa memang ada aspek hak asasi dan pelanggaran kebebasan berpendapat yang dikaitkan pemblokiran internet.
Akan tetapi, dia menegaskan kebebasan berpendapat dan menerima informasi adalah hak, tapi hak juga harus disertai kewajiban negara yakni menyediakan keamanan dan kenyamanan bagi rakyatnya.
"Hak asasi bersuara memang adalah hak dasar manusia, tapi kan harus diiringi kewajiban juga, apa kewajibannya? Ya menjaga situasi aman, nyaman dan damai. Jangan bicara hak asasi kebebasan berbicara di tengah konflik, maka yang ada provokasi," ujarnya.
Stanislaus menjelaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menjaga rakyat dan menyediakan kehidupan untuk masyarakatnya. Ketika situasi aman dan damai, maka masyarakat bisa menunaikan hak berpendapat, bersuara membangun bangsa.
"Intinya, kalau situasi damai pasti dibuka blokirnya," kata dia.