Zaman Digital, Manajemen Data Ibarat Emas
Jakarta, Cyberthreat.id - Pemerintah tengah menyusun Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Nantinya, UU tersebut mengatur seluruh penyelenggara sistem elektronik (PSE) atau platorfm yang bisa mencakup 31 kategori data pribadi seperti nama, alamat, agama hingga golongan darah.
Plt Deputi Bidang Proteksi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Agung Nugraha menyebut Indonesia sudah sangat membutuhan UU PDP. Dunia, kata dia, berada dalam interkoneksi dimana data banyak orang bertebaran di Google, Playstore, AppStore, media sosial dll.
"UU PDP ini sudah menjadi kesadaran dunia. Eropa punya General Data Protection Regulation (GDPR) yang jadi trigger hingga sampai ke Indonesia," kata Agung Nugraha kepada Cyberthreat beberapa waktu lalu.
Pemerintah harus memiliki regulasi yang menyangkut semua pihak terkait data pribadi. Aturan ini sifatnya memaksa serta wajib dipatuhi.
Secara keseluruhan, big data bisa saja membahayakan keamanan negara, tapi di sisi lain mampu mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Data Adalah Emas
Sebuah artikel di ZDNet menyebut manajemen data sebagai jantungnya privasi. Data disebut sebagai konsep yang tidak jelas, tapi dapat mencakup berbagai informasi berharga yang relevan dengan privasi, keamanan dan kenyamanan setiap orang.
Konsep Informasi Identifikasi Pribadi (PII) bisa mencakup nama, alamat rumah, fisik, email, nomor telepon, tanggal lahir, status perkawinan, nomor jaminan sosial, informasi status medis, anggota keluarga, pekerjaan, pendidikan dan lainnya.
Jika PII bocor atau dicuri dalam jumlah yang besar, misalnya melalui phising, membuka kemungkinan terjadinya berbagai hal buruk. Mulai dari pencurian identitas, mengambil pinjaman menggunakan nama anda, penipuan online maupun offline dan sebagainya.
Di tangan yang salah, informasi berharga itu juga dapat menjadi tambang emas bagi pengiklan yang tidak memiliki moral.
Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar menyebut data-data pribadi ibarat emas yang bisa ditambang lewat bisnis digital.
"Maka kemudian data harus dilindungi sedemikian rupa karena memang sangat berharga seperti emas," kata Wahyudi kepada Cyberthreat beberapa waktu lalu.
Punya GDPR, Eropa Masih Alami Kebocoran Data
Laporan terbaru dirilis GDPR bersama konsultan e-Privacy Cookiebot awal Maret 2019, menyebutkan 112 perusahaan komersial secara sistematis memanen informasi data pribadi melalui portal pemerintah Uni Eropa dan layanan publik.
Sepuluh dari 112 perusahaan tersebut menutupi identitasnya. Itu artinya masalah yang berpotensi muncul ke depan jauh lebih dalam daripada yang kita pikirkan saat ini.
Data-data itu mungkin berakhir dengan kepemilikan pialang data, di dalam maupun di luar industri jaringan iklan.
Cookiebot juga menemukan fakta bahwa 89 persen situs web resmi pemerintah dari negara anggota Uni Eropa (UE) berisi pelacakan iklan pihak ketiga. Padahal situs web tersebut tidak memerlukan dukungan iklan untuk menjalankannya.
Secara total, 25 dari 28 situs web resmi pemerintah di UE berisi pelacak iklan yang dapat digunakan untuk memantau halaman mana yang dipilih pengunjung, di mana mereka mengklik dan mengarahkan, serta kecepatan dan pola pengguliran.