Rasisme Merebak di Sosial Media, Siapa Tanggung Jawab?

Ketika Pemain MU Protes Rasisme di Sosial Media

Cyberthreat.Id - Sejumlah pemain klub sepakbola Liga Inggris Manchester United (MU) menumpahkan kekesalannya kepada perusahaan penyedia platform sosial media seperti Twitter, Instagram, dan Facebook. Perusahaan pembuat sosial media dianggap tak melakukan apa pun untuk mencegah penggunanya melontarkan ucapan bernada rasis.

Kekesalan mereka memuncak ketika seorang pengguna Twitter menghujat gelandang  MU Paul Pogba dengan ucapan berbau rasis setelah Pogba gagal mengeksekusi pinalti saat melawan Walverhampton pada Selasa dinihari, 20 Agustus 2019.

Sejumlah rekan Pogba di MU pun meradang. Mereka tak terima rekannya dihujat dengan ucapan yang kentql dengan diskriminasi rasial.

Striker MU, Marcus Rashford, misalnya, bereaksi keras terhadap hujatan itu. Rashford bahkan me-mention Twitter untuk menghentikan ujaran rasis di sosial media.

“Enough now, this needs to stop @Twitter,” tulis Marcus Rashford menanggapi cuitan Sky Sport News yang memberitakan tentang sikap resmi Manchester United yang menyebut ‘jijik’ terhadap serangan bernada rasis kepada Paul Pogba.

“Manchester United adalah sebuah keluarga. Paul Pogba adalah bagian besar dari keluarga ini. Kamu menyerang dia, berarti kamu menyerang kami semua,” tambah Rashford, 20 Agustus 2019.

Bek MU Harry Maguire juga tak tinggal diam.

“Menjijikkan. Media sosial perlu melakukan sesuatu tentang ini (serangan rasial). Setiap orang yang membuka akun di sosial media harus diverifikasi lewat paspor/SIM. Hentikan tindakan menyedihkan ini, membuat banyak akun untuk menyerang orang lain,” tulis Harry seraya me-mention Twitter dan Instagram.


   
Mantan pemain MU Phil Neville bersuara lebih keras. Neville menyerukan para pemain sepak bola untuk memboikot sosial media.

Neville menganggap media sosial jadi tempat yang sangat nyaman digunakan untuk melontarkan ujaran kebencian, terutama yang berbau rasial.

Menurut Neville, selama ini sudah banyak yang melaporkan tentang adanya pelecehan dan penghinaan kepada pihak media sosial seperti Facebook, Twitter, atau Instagram. Sayangnya, pihak media sosial yang berkaitan tidak melakukan langkah yang signifikan.

"Mereka (pihak media sosial) memang telah mengirimkan email balasan yang menyatakan bakal melakukan penyelidikan, tetapi kemudian tidak terjadi apa-apa," ujar Neville.

Manchester United sendiri dalam pernyataan resminya mengatakan,"Kami akan bekerja untuk mengidentifikasi sejumlah orang yang terlibat dalam insiden ini, dan mengambil tindakan terkuat kami. Kami juga mendorong perusahaan media sosial untuk mengambil tindakan dalam kasus-kasus ini."

Pihak Twitter sendiri telah merespon kritikan itu. Dilansir dari theguardian.com, manajemen Twitter mengatakan dalam beberapa pekan ke depan akan bertemu dengan perwakilan Manchester United dan organisasi antirasial Kick It Out.

“Juga pemangku kepentingan masyarakat sipil lainnya yang tertarik mendengar tentang pekerjaan proaktif yang dilakukan Twitter untuk mengatasi serangan rasis secara online terhadap pemain sepakbola tertentu di Inggris,” kata perwakilan Twitter seperti dikutip The Guardian, 21 Agustus 2019.

“Kami selalu menjaga dialog yang terbuka dan sehat dengan mitra kami, tetapi kami tahu kami perlu berbuat lebih banyak untuk melindungi pengguna kami. Perilaku rasis tidak memiliki tempat di platform kami dan kami sangat mengutuknya,” sambung Twitter.

Tak lama setelah protes bermunculan, Twitter dilaporkan telah menutup akun yang menyerang Paul Pogba.

Serangan berbau rasisme di sosial media terhadap pesepakbola ini bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, penyerang Chelsea Tammy Abraham juga mengalami hal serupa saat gagal mengeksekusi pinalti di Piala Super Eropa pada 15 Agustus lalu.

Organisasi Kick It Out yang berjuang ‘menendang’ rasisme di dunia sepakbola mencatat diskriminasi rasial dalam dunia sepakbola profesional meningkat  signifikan pada musim 2018 - 2019, naik 32 persen dari musim sebelumnya.

“Organisasi menerima 159 laporan diskriminasi dari media sosial pada 2018/19. Sekali lagi, bentuk paling umum dari insiden yang dilaporkan adalah rasisme (62 persen),” tulis Kick It Out di website resminya.[]